Sabtu, 24 September 2011

Uraian Ringkas Tentang Jama’ah Jihad Alias Al-Qa’idah (Al-Qaeda)


Uraian Ringkas Tentang Jama’ah Jihad Alias Al-Qa’idah (Al-Qaeda)
-----------------------------------------------------------------------------------------
 بسم الله الرحمن الرحيم

Inilah nukilan perkataan Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam pengasuh Dar Al-Hadits Ma’bar dalam kitab karya beliau, beliau mengatakan ketika menyebutkan firqah-firqah yang termasuk dalam aktor peperangan karena fitnah:
Jama’ah Jihad Yang Dikenal Dengan Al-Qa’idah

Jama’ah ini didirikan oleh Usamah bin Ladin dan orang-orang yang bersamanya di Afghanistan. Dan Usamah pada saat pendirian (jama’ah) ini berada pada aqidah yang jauh dari kotoran-kotoran pemikiran mengkafirkan kaum muslimin. Kemudian dia dikitari oleh orang-orang Mesir kaum takfiry lalu mereka meninggalkan pengaruh pada Usamah. Kemudian datanglah Aiman Azh-Zhawahiry pimpinan Jama’ah Jihad di Mesir, dan dia lebih banyak berpengaruh pada Usamah. Hal ini sebagaimana di jelaskan oleh Hasan As-Suraihy yang dahulunya tergabung dalam Jama’ahnya Usamah, namun dia meninggalkannya dan berlepas diri darinya. Hasan berkata: “Oleh karenanya aku mulai heran, karena sikap-sikap dan prinsip-prinsip Usamah setelah orang-orang Mesir yang tergabung dalam Jama’ah Jihad berkerumun di sekitarnya. Prinsip dan sikapnya menjadi sangat berbeda dengan prinsip dan sikapnya ketika mulai bergabung berjihad. Dimana dia pada awal keberadaan kami dalam jihad tahun 1987 dia menyingkirkan orang mesir yang tergabung dalam Jama’ah Jihad.” (Dinukil dari kitab “Kalimah Haq” hal. 174.).

Bimbingan Ulama seputar Bencana HP Kamera



بسم الله الرحمن الرحيم
Bimbingan Ulama seputar Bencana HP Kamera

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Fatwa-fatwa Asy-Syaikh Al-’Allamah DR. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah seputar bencana akibat penyalahgunaan HP kamera:

Pertanyaan: HP kamera semakin marak akhir-akhir ini, anak-anak kami pun sudah memilikinya, bahkan antara pemuda saling bertukar foto dan film-film seronok, kami harapkan dari engkau wahai Syaikh sebuah nasihat kepada para orang tua agar mengawasi anak-anak mereka, demikian pula kepada para guru di sekolah, dan juga pengarahan bagi anak-anak itu sendiri!

Tuntunan Islam dalam Menasihati Penguasa (Sebuah Renungan bagi Para Pencela Pemerintah)




بسم الله الرحمن الرحيم
Tuntunan Islam dalam Menasihati Penguasa
(Sebuah Renungan bagi Para Pencela Pemerintah)


--------------------------------------------------------
Telah dimaklumi bersama bahwa merubah kemungkaran dan menasihati pelakunya adalah kewajiban setiap muslim sesuai dengan kemampuannya. Sebagaimana sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-:

من رأى منكم منكراً فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, no. 186)

Akan tetapi, masih banyak kaum muslimin yang belum memahami bahwa untuk merubah kemungkaran yang dilakukan oleh pemerintah muslim tidak sama dengan merubah kemungkaran yang dilakukan oleh selainnya. Bahkan lebih parah lagi, kemungkaran yang dilakukan penguasa dijadikan sebagai komoditi untuk meraih keuntungan oleh sebagian media massa. Mahasiswa pun turun ke jalan untuk berdemonstrasi, tak ketinggalan pula para “aktivis Islam” atau “aktivis dakwah” melakukan “aksi damai” yang menurut mereka itulah demo Islami, sehingga pada akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban.

Namun yang sangat mengherankan, ada sebagian orang yang mengaku Ahlus Sunnah, pengikut sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- pun turut serta melakukan demonstrasi (yang mereka namakan dengan aksi damai) dan mengkritik pemerintah muslim secara terang-terangan di media massa. Maka seperti apakah bimbingan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah ini?

Kamis, 22 September 2011

Sepenggal Kisah Perjalanan Dakwah Syaikh Rabi’ di Sudan


Sepenggal Kisah Perjalanan Dakwah Syaikh Rabi’ di Sudan
---------------------------------------------------------------------------------------
Inilah sepenggal kisah perjalanan dakwah Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi ‘Umair Al Madhkhali hafizhahullah di Sudan yang sepatutnya kita jadikan teladan. Beliau hafizhahullah mengisahkan:

Asy Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali
(Sekarang) akan saya ceritakan perjalanan dakwah saya ke Sudan. Saat itu saya singgah di Port (bandara) Sudan. Saya disambut para pemuda Jama’ah Ansharus Sunnah.
Mereka memberi masukan: “Ya Syaikh, bolehkah kami menyampaikan beberapa saran kepada anda?”

Batasan Aurat Wanita Muslimah


Batasan Aurat Wanita MuslimahOleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullâh

Apa batasan aurat seorang wanita di hadapan sesama wanita muslimah, wanita fajirah dan kâfirah?

Jawab:

Ayat-Ayat Makiyah dan Madaniyah


Ayat-Ayat Makiyah dan Madaniyah
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullaahu

Al-Qur’an turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara berangsur-angsur dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun dan sebagian besar diterima oleh Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Mekah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَقُرْءَانًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيْلاً

“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)

Tips Mengoptimalkan Ta’lim Lewat CD/DVD


Tips Mengoptimalkan Ta’lim Lewat CD/DVD

Oleh: Abu Umar Al-Bankawy

Pekerjaan terkadang melalaikan kita dari kewajiban kita untuk menuntut ilmu. Tidak jarang kesibukan begitu menyedot waktu kita, sehingga majelis ta’lim pun jarang kita sambangi. Di sisi lain, frekuensi ta’lim di setiap daerah berbeda-beda. Ada yang penyelenggaraannya sudah begitu intensif, sehingga kapan pun seorang ikhwah bisa mengikuti dars (pelajaran). Ada pula yang frekuensinya masih jarang, paling seminggu sekali. Ini pun hanya bisa dihadiri kalau tidak bertabrakan dengan jadwal kerja.

ORANG TIDAK MENDAPATI SHALAT JUM’AT, SHALAT APAKAH YANG IA LAKUKAN?


 
ORANG TIDAK MENDAPATI SHALAT JUM’AT, SHALAT APAKAH YANG IA LAKUKAN?


_________________________________________________________________________
Shalat jum’at adalah salah satu perkara yang diwajibkan Allah ‘azza wa jalla kepada para hamba. Bila shalat jum’at terluput karena alasan tertentu, maka harus ada dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Zhuhur. Dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiallahu'anhu,
وَمَنْ فَاتَتْهُ الرَّكْعَتَانِ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا
“Barangsiapa yang luput dua raka’at (jum’at), maka hendaklah ia shalat empat raka’at.” [1]
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang telah tertinggal shalat jum’at hendaknya shalat Zhuhur. Adapun faedah yang disebutkan oleh para pembahas furu’ dari perbedaan pendapat ini (bagi orang yang terluput shalat jum’at ia melakukan shalat Zhuhur atau shalat jum’at-pen) maka tidak ada landasannya sama sekali.

HUKUM SHALAT JUM’AT [1]


HUKUM SHALAT JUM’AT [1]


---------------------------------------------------------------------------------------------------- 
1. Shalat Jum’at adalah wajib atas para mukallaf, wajib bagi orang yang telah ihtilam (mimpi basah/ baligh). Yaitu berdasarkan dalil-dalil yang secara tegas menjelaskan bahwa shalat jum’at adalah kewajiban bagi para mukallaf. Juga berdasarkan ancaman yang keras bagi orang-orang yang meninggalkannya. Juga dikarenakan keinginan kuat dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk membakar orang-orang yang tidak mendatanginya [2]. Tidak ada lagi hujjah (landasan) yang terang dan jelas setelah adanya perintah dari Al Qur’an yang mencakup setiap orang dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu menuju kepada mengingat Allah." (Al Jumu’ah: 9)

Bagimu Ayah dan Ibu


Bagimu Ayah dan Ibu

Penulis: Al Ustadzah Ummu Abdirrahman Anisah bintu Imran
 

Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan hak bagi kedua orang tua untuk diberikan bakti, kelembutan, penjagaan dan kasih sayang, dan Allah kuatkan hak ini dengan mengiringkannya setelah hak-Nya Subhanahu wa Ta'ala, karena hak orang tua mengandung pemuliaan dan pengagungan.

Bid'ahnya Dzikir Berjamaah


Bid'ahnya Dzikir Berjamaah
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Sesungguhnya di antara nikmat yang Allah berikan kepada manusia adalah dengan disempurnakannya agama ini, agama yang dengannya Rasulullah shallallah aialihi wasallam diutus membawa risalah dari Allah Ta’ala. Sehingga ketika manusia menghadapi problema hidupnya, sepantasnya ia merujuk kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang shahih. Sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah: “Kenikmatan yang mutlak adalah yang berkelanjutan, berupa kebahagiaan yang abadi yaitu nikmat Islam dan As Sunnah.” (Ijtima’ul Juyusy…., Ibnul Qayyim)

Jumat, 16 September 2011

Keutamaan Menikah



Keutamaan Menikah


Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak

Sufi, adalah salah satu kelompok sempalan tempat beragam penyimpangan dari ajaran syariat ini berhuni. Salah satu ajaran menyimpang yang menonjol adalah tabattul (hidup membujang). Diyakini oleh penganut sufi, dengan “cara beragama” seperti ini, mereka lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Benarkah?

Syarat Nikah


Syarat Nikah
 
----------------------------------------------------------------------------- 
 
Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim

Adapun syarat nikah adalah sebagai berikut:


Daulah Islamiyyah Sebuah Tujuan?




Dasar-dasar dalam Berdakwah kepada Allah
Sesungguhnya berdakwah kepada Allah adalah jalannya Rasulullah dan para pengikutnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Katakanlah: Inilah jalan (Dien)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah di atas hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (Yuusuf:108)

Jawaban atas rekomendasi Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah


Syaikh Fauzan hafidzhahullah memiliki manhaj yang sangat jelas. Jawaban beliau terhadap berbagai pertanyaan seputar manhaj dakwah sangat jelas bertentangan dengan mauqif Ihya At-Turats beserta para tokohnya. Kalaulah beliau mengetahui hakekat manhaj mereka, tentunya rekomendasi tersebut tidak akan beliau keluarkan.

Menjawab nasehat Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad dan Ibrahim Ar-Ruhaili hafidzhahumallah


Firanda menukilkan dari Syekh Abdul Muhsin Al-'Abbad hafidzhahullah Ta'ala bahwa beliau berkata:

Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah tentang sebagian amalan Ihya At-Turats


Demikian pula Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah Ta'ala, beliau tidak diberi penjelasan secara detail tentang organisasi Ihya At-Turats, sehingga beliau menjawab pertanyaan berdasarkan "manhaj tertulis" yang disodorkan kepada beliau. Kalau sekiranya beliau mengetahui bahwa dalam organisasi tersebut ada "pembai'atan", tentulah beliau tidak akan memberi rekomendasi tersebut. Diantara bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tatkala ditanya tentang masalah bai'at. Berikut ini nash pertanyaannya:

Fatwa Syaikh Bin Baaz tentang sebagian amalan organisasi Ihya At-Turats




Barangsiapa yang memperhatikan secara seksama fatwa-fatwa Syaikh Bin Baaz rahimahullah, khususnya berkenaan tentang masalah politik, masuk parlemen, bai'at dan yang semisalnya, dia akan mengetahui bahwa seandainya beliau – Syaikh Ibn Baz- mengetahui hakekat penyimpangan dari organisasi ini, niscaya beliau tidak akan memberi rekomendasi tersebut. Diantara bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tentang masalah bai'at. Berikut nash fatwa tersebut:
الرقم :2/2808 التاريخ :1416/8/18 هـ
من عبدالعزيز بن عبدالله بن باز إلى حضرة الأخ المكرم /....
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته ....وبعد
فأشير إلى استفتائك المفيد بالأمانة العامة لهيئة كبار العلماء برقم (3285 )
وتاريخ 1416/7/11 هـ . الذي تسأل فيه عن حكم تنصيب أمير تجب طاعته في الأمور الدعوية
وافيدك أنه سبق ان صدر من اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والافتاء فتوى فيما
سألت عنه فنرفق لك نسخة منها وفيها الكفاية إن شاء الله .
وفق الله الجميع لما فيه رضاه إنه سميع مجيب .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته . . .
المفتي العام للمملكة العربية السعودية
ورئيس هيئة كبار العلماء وإدارة البحوث العلمية والإفتاء
فتوى رقم (16098) وتاريخ 1414/7/5 هـ .
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده .. وبعد :
الجواب : لا تجوز البيعة إلاّ لولي أمر المسلمين ولا تجوز لشيخ طريقة ولا لغيره لأن هذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم والواجب على المسلم أن يعبد الله بما شرع من غير ارتباط بشخص معين ولأن هذا من عمل النصارى مع القساوسة ورؤساء الكنائس وليس معروفا في الإسلام .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
الرئيس نائب رئيس اللجنة
عبدالعزيز بن عبدالله بن باز عبدالرزاق عفيفي

عضو عضو
عبدالله بن عبدالرحمن الغديان صالح بن فوزان الفوزان
بكر بن عبدالله أبو زيد عبدالعزيز بن عبدالله بن محمد آل شيخ
Berikut terjemahannya :
Syaikh Ibn Baz : “Pada fatwa no: 3285, tanggal: 11-7-1416 H, yang engkau tanyakan padanya tentang hukum mengangkat pemimpin yang wajib dita'ati dalam perkara dakwah dan aku memberi faidah kepadamu bahwa telah terdahulu muncul fatwa dari Lajnah Da'imah lil Buhuts al-Ilmiyyah tentang apa yang engkau tanyakan maka kami sertakan salinan darinya dan itu sudah cukup insya Allah. Semoga Allah memberi taufik kepada semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.”

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mufti umum kerajaan Arab Saudi dan kepala lembaga para ulama besar dan kantor penelitian ilmiah dan fatwa.

Adapun yang dimaksud oleh beliau adalah fatwa no:16098, tertanggal: 5-7-1414 H:

”Alhamdulillah hanya bagi-Nya, shalawat dan salam atas Nabi yang tiada nabi setelahnya.Wa ba'du:

Jawaban: “Tidak diperbolehkan bai'at kecuali kepada pemerintah kaum muslimin dan tidak boleh kepada Syaikh tarikat dan juga kepada yang lainnya, sebab ini tidak ada asalnya dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Wajib bagi bagi seorang muslim untuk beribadah kepada Allah dengan apa yang disyari'atkan-Nya, dengan tanpa ikatan dari orang tertentu dan sebab ini termasuk perbuatan kaum Nashara terhadap pendeta dan para pemimpin gereja yang tidak dikenal di dalam Islam.

Lajnah Da'imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal-Ifta'

Ketua : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Wakil ketua : Abdurrazzaq Afifi
Anggota : - Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan
- Bakr Abu Zaid
- Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
- Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Alus Syaikh

(diambil dari situs www.sahab.net dan juga dalam kaset "Fatawa Nur 'ala Ad-Darb", kaset no:495, dimana beliau menjawab tiga pertanyaan seputar masalah bai'at kepada selain penguasa - yang mirip dengan jawaban tersebut di atas - namun dengan jawaban yang lebih rinci.)

Nah, bagaimana mungkin bagi Syaikh bin Baaz akan merekomendasi mereka, jika sekiranya beliau mengetahui hakekat hizbiyyah yang ada pada mereka. Demikian pula diantara yang menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tatkala seseorang bertanya dengan nash pertanyaan sebagai berikut (terjemahannya) :

"Apa yang engkau nasehatkan kepada para da'i berkenaan tentang sikap mereka terhadap ahli bid'ah? Sebagaimana kami berharap darimu yang mulia bimbingan nasehat secara khusus kepada para pemuda yang terpengaruh dengan sikap loyalitas hizbiyyah yang berlabel agama?"

Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut:
وصي إخواننا جميعا بالدعوة إلى الله سبحانه بالحكمة والموعظة الحسنة والجدال بالتي هي أحسن؟ أمر الله سبحانه بذلك مع جميع الناس ومع المبتدعة إذا أظهروا بدعتهم ، وأن ينكروا عليهم سواء كانوا من الشيعة أو غيرهم- فأي بدعة رآها المؤمن وجب عليه إنكارها حسب الطاقة بالطرق الشرعية . والبدعة هي ما أحدثه الناس في الدين ونسبوه إليه وليس منه ، لقول النبي : ((من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد)) وقول النبي صلى الله عليه وسلم :
((من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد ))ومن أمثلة ذلك بدعة الرفض ، وبدعة الاعتزال ، وبدعة الإرجاء ، وبدعة الخوارج ، وبدعه الاحتفال بالموالد ، وبدعة البناء على القبور واتخاذ المساجد عليها إلى غير ذلك من البدع ، فيجب نصحهم وتوجيههم إلى الخير ، وإنكار ما أحدثوا من البدع بالأدلة الشرعية وتعليمهم ما جهلوا من الحق بالرفق والأسلوب الحسن والأدلة الواضحة لعلهم يقبلون الحق .
أما الانتماءات إلى الأحزاب المحدثة فالواجب تركها ، وأن ينتمي الجميع إلى كتاب الله وسنة رسوله ، وأن يتعاونوا في ذلك بصدق وإخلاص ، وبذلك يكونون من حزب الله الذي قال الله فيه سبحانه في آخر سورة المجادلة : {أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ } بعدما ذكر صفاتهم العظيمة في قوله تعالى : {لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ } الآية . ومن صفاتهم العظيمة ما ذكره الله عز وجل في سورة الذاريات في قول الله عز وجل :
{ إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ } فهذه صفات حزب الله لا يتحيزون إلى غير كتاب الله ، والسنة والدعوة إليها والسير على منهج سلف الأمة من الصحابة رضي الله عنهم وأتباعهم بإحسان . فهم ينصحون جميع الأحزاب وجميع الجمعيات ويدعونهم إلى التمسك بالكتاب والسنة ، وعرض ما اختلفوا فيه عليهما فما وافقهما أو أحدهما فهو المقبول وهو الحق ، وما خالفهما وجب تركه . ولا فرق في ذلك بين جماعة الإخوان المسلمين ، أو أنصار السنة والجمعية الشرعية ، أو جماعة التبليغ أو غيرهم من الجمعيات والأحزاب المنتسبة للإسلام . وبذلك تجتمع الكلمة ويتحد الهدف ويكون الجميع حزبا واحدا يترسم خطي أهل السنة والجماعة الذين هم حزب الله وأنصار دينه والدعاة إليه . ولا يجوز التعصب لأي جمعية أو أي حزب فيما يخالف الشرع المطهر .
Jawaban Syaikh Ibn Baz : "Kami menasehati saudara-saudara kami semuanya agar berdakwah menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah dan nasehat yang baik dan berdebat dengan cara yang paling baik. Allah memerintahkan semua itu kepada seluruh manusia dan juga kepada ahli bid'ah disaat mereka menampakkan bid'ahnya dan melakukan pengingkaran atas mereka. Sama saja apakah mereka dari kalangan Syi'ah atau yang lainnya, maka bid'ah apa saja yang dilihat oleh seorang mukmin, maka wajib baginya mengingkarinya sesuai kemampuan dengan cara-cara yang syar'i.

Bid'ah adalah apa yang diada-adakan oleh manusia dalam agama dan mereka menisbahkannya kepada agama tersebut, padahal bukan darinya. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam :
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
"Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami - apa-apa yang tidak termasuk darinya-, maka ia tertolak".

Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Barangsiapa yang mengamalkan satu amalan - yang bukan dari kami - maka ia tertolak."

Diantara permisalan bid'ah tersebut seperti: bid'ah Rafidhah, bid'ah Mu'tazilah, bid'ah Murji'ah, bid'ah Khawarij, bid'ah merayakan maulid, bid'ah membangun di atas kuburan, membangun masjid di atas kuburan dan yang lainnya.

Maka wajib menasehati mereka dan membimbing mereka kepada kebaikan dan mengingkari apa yang mereka ada-adakan dari berbagai bid'ah dengan dalil-dalil yang syar'i serta mengajari mereka kebenaran terhadap apa-apa yang mereka jahil dengannya dengan lemah lembut, cara yang baik dan dalil-dalil yang jelas. Semoga mereka mau menerima kebenaran. Amien.

Adapun bersikap loyal kepada kelompok-kelompok bid'ah, maka wajib hukumnya meninggalkannya dan hendaklah semuanya bersikap loyal kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan agar mereka saling bekerjasama di atasnya dengan kejujuran dan keikhlasan. Maka dengan itu mereka akan menjadi Hizbullah yang Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan tentangnya pada akhir surah Al-Mujadilah:
أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Hizbullah itu adalah golongan yang beruntung."

Setelah Allah menyebut sifat-sifat mereka yang mulia:
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ...
"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan [1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah."

Dan diantara sifat mereka yang agung adalah apa yang disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam surah Adz-Dzariyat, firman-Nya:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (Surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS.Adz-Dzariyat:15-19).

Maka ini adalah sifat-sifat Hizbullah, mereka tidak mungkin memihak kepada selain Kitabullah dan Sunnah dan mengajak kepadanya dan berjalan di atas manhaj pendahulu umat ini dari kalangan para Shahabat –radhiyallahu anhum- dan yang mengikuti mereka dengan baik. Maka mereka menasehati seluruh kelompok dan seluruh organisasi dan mengajak mereka untuk berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah dan mencocokkan apa yang mereka perselisihkan kepada keduanya,. Maka apa yang sesuai dengan keduanya atau salah satunya maka diterima dan itulah yang benar dan apa yang menyelisihi keduanya, maka wajib ditinggalkan. Dan tidak ada perbedaan dalam hal ini antara jama'ah al-Ikhwanul Muslimun atau Ansharus Sunnah atau organisasi yang syar'i atau Jama'ah Tabligh atau selain mereka dari berbagai organisasi dan kelompok yang menisbahkan dirinya kepada Islam. Dengan itu maka kalimat dapat disatukan dan sepakat dalam tujuan, sehingga semua menjadi kelompok yang satu yang menempuh garis Ahlus Sunnah wal-Jama'ah yang mereka itu adalah Hizbullah, para penolong agama-Nya dan yang mengajak kepada jalan-Nya. Tidak boleh ta'ashshub (fanatik) kepada organisasi tertentu atau kelompok tertentu, yang menyelisihi syari'at yang suci." (dari Fatawa Bin Baaz, jilid:7, hal:176-178).

Pendapat yang memuji Ihya At Turats


Para ulama yang memberi rekomendasi terhadap organisasi ini, sebagaimana yang disebutkan oleh al akh Firanda dengan menukil dari kitab "Syahâdât Muhimmah li-Ulamâ al-Ummah" yang disebarkan oleh organisasi Ihya At Turats sendiri dalam situs mereka adalah:

Ulama, Antara Senior dan Paling Senior


Maka siapa saja dari kalangan para ulama yang membawakan dalil yang shahih,dan mengikuti metode salaf dalam beristidlal dan memahami dalil, maka harus diterima, tanpa melihat apakah dia seorang alim yang dianggap ‘senior’ –jika ungkapan ini benar- ataukah kurang ‘senior’. Maka membeda-bedakan para ulama dalam menerima pendapat mereka - antara senior dengan yang paling senior –secara mutlak adalah menyelisihi manhaj salaf yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam sikap fanatik terhadap satu pendapat tanpa memperhatikan hujjah-hujjah mereka.

Sikap Ahlussunnah dalam menyikapi kesalahan seorang alim, antara sikap berlebihan ‘kaum Haddadiyyah’ dan sikap meremehkan ‘kaum Sururiyyah’


Kaum Haddadiyyah yang getol menyerang para ulama serta menyikapi kesalahan mereka, seperti penyimpangan yang dilakukan oleh para pengekor hawa nafsu. Haddadiyyah, nisbah kepada seorang asal Mesir yang bernama Mahmud Al-Haddad Al-Mishri, yang dahulu pernah tinggal di Madinah. Awal munculnya gerakan ini dimulai dengan mengkritik Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Imam Nawawi dalam majelis-majelisnya, lantas dia mengajak manusia untuk menghukuminya [kedua Imam tersebut] sebagai seorang mubtadi’. Lalu kemudian berlanjut hingga mencela siapapun dari kalangan para ulama yang dianggapnya memiliki kesalahan –menurut persangkaannya- seperti Syekh Bin Baaz rahimahullah, Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah, Syaikh Al-Luhaidan hafidhahullah, Syaikh Al-Albani rahimahullah dan yang lainnya. Bagi siapa yang ingin mengetahui, Syekh Rabi’ hafidzahullah telah menyebutkan dalam tulisan beliau “Manhaj Al-Haddadiyyah” 12 poin dari pemikiran Al-Haddadiyyah, yang ringkasannya sebagai berikut:
1. Kebenciannya terhadap para ulama Salafi di zaman sekarang, menisbahkan/mencap kesesatan pada mereka dan merendahkan kedudukan mereka.

Kesalahan Mujtahid vs Pengekor Hawa Nafsu - Ifrath Haddadiyyah vs Tafrith Sururiyyah

Mendudukkan Rekomendasi Para Ulama


Jika kita memperhatikan secara seksama apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan fatwa dalam menyikapi Ihya At-Turots, keadaannya bukanlah seperti masalah khilafiyyah yang didalamnya terjadi saling tarik menarik dalil atau masing-masing mengetahui dalil yang ada, hanya berbeda dalam hal pemahaman. Seperti halnya masalah sedekap disaat posisi I’tidal (dalam sholat, red), dimana masing-masing dari para Ulama tersebut mengetahui dalil yang datang dalam masalah ini, namun terjadi perbedaan dalam hal memahaminya. Atau seperti masalah duduk akhir dalam sholat, apakah dengan cara tawarruk ataukah iftirosy, masing-masingnya berhujjah dengan satu hadits yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Humaid As-Sa’idi. Atau seperti masalah menggerakkan jari ketika tasyahhud, yang berbeda dalam menyikapi keabsahan adanya tambahan “wayuharrikuha” dalam riwayat Zaidah bin Qudamah, atau permasalahan yang semisal apa yang kami sebutkan.

Menyikapi Masalah Khilaf


Di antara perkara yang wajib diketahui dalam hal ini adalah menyikapi setiap permasalahan sesuai porsinya, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kurang dari kadar semestinya. Demikian pula dalam hal menyikapi adanya perselisihan yang terjadi di kalangan para Ulama. Ada perkara-perkara yang bisa ditolerir yang memerlukan sikap lapang dada dalam menghadapi adanya khilaf tersebut, ada pula yang membutuhkan sikap tegas bahkan sampai kepada tingkat memperingatkan umat dari bahayanya pendapat yang keliru tersebut.

Nah, barangsiapa yang berpendapat bahwa masalah khilafiyyah ijtihadiyyah tidak boleh ada pengingkaran atau tahdzir padanya maka sungguh dia telah melakukan suatu kesalahan yang fatal. Seperti apa yang disebutkan oleh al akh Firanda : “……..atau diterapkan pada perkara-perkara yang sebenarnya tidak boleh ada pengingkaran apalagi sampai tahapan tahdzir dan hajr seperti perkara-perkara yang merupakan masalah ijtihadiyyah”[2].

(Kaidah-Kaidah Penerapan Hajr (Boikot) terhadap Ahli Bid’ah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah

(Menyikapi Sejumlah Kesalahan Penerapan Hajr di Indonesia, penulis Al Akh Firanda Ibnu ‘Abidin Abu ‘Abdil Muhsin as-Soronji, hal 8, tanpa penerbit [3] ).

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
ليس كل خلاف جاء معتبرا
إلا خلاف له حظ من النظر
“Tidak semua khilaf yang datang itu bisa dianggap
Kecuali jika khilaf tersebut memiliki sisi pandang”

Bila kita telah memahami masalah ini, maka disaat kita mendapati adanya permasalahan yang diperselisihkan di kalangan para Ulama, maka sikap pertama bagi seorang muslim adalah menimbang masalah tersebut berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dengan pemahaman Salafus Soleh. Sebagaimana firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً ﴿٥۹﴾ [النساء: ٥۹]
 
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS An Nisaa: 59]

Dan firman-Nya:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا ﴿۳٦﴾ [الأحزاب: ۳٦]
 
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [QS Al Ahzaab: 36]

Dan firman-Nya:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾ [النساء: ٦٥]
 
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [QS An Nisaa: 65]

Dan nash-nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam perkara ini masih sangat banyak.
Maka jika muncul satu pendapat dari seorang alim atau yang lainnya yang menyelisihi nash yang shorih (jelas), maka bukanlah hal yang tercela apabila pendapat tersebut diingkari dan diperingatkan umat (tahdzir), agar mereka menjauhi pendapat itu. Bahkan hal itu termasuk dalam nasehat yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dalam sabdanya:

(( الدين النصيحة))
“Agama itu adalah nasehat”
(HR.Muslim dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Dari Radiyallahu ‘anhu ).

Oleh karenanya masih saja para Ulama mengeluarkan bantahan-bantahannya dan memperingatkan umat dari bahayanya mengambil suatu pendapat, yang telah jelas menyelisihi apa yang telah tsabit dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam. Disini akan kami nukilkan beberapa contoh tentang apa yang kami sebutkan:
1) Nikah mut’ah, yang telah jelas haramnya berdasarkan dalil-dalil yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bahwa beliau mengharamkannya. Saya kira tentang keharamannya bukanlah perkara yang samar bagi kita sekalian, sehingga tidak perlu kita menyebutkan dalil-dalilnya, namun itu bukan tujuan kita bahas disini. Namun yang perlu diketahui bahwa di kalangan para ulama bahkan shahabat ada yang menghalalkannya, sebagaimana yang telah tsabit dari Abdullah bin Abbas , diantara yang masyhur berpendapat demikian adalah Ibnu Juraij Abdul Malik bin Abdil Aziz rahimahullah Ta’ala. Lalu jika ada orang di zaman kita ada yang mau melakukan nikah mut’ah, apakah kita tidak mengingkarinya? Apakah kita tidak mentahdzirnya? Dengan alasan bahwa ini masalah khilafiyyah ijtihadiyyah - menurut bahasanya Al-Akh Firanda- ? Tentunya orang yang sedikit pengetahuannya tentang kaidah-kaidah dalam manhaj Salaf pun bisa menjawab hal ini.
2) Nikah dengan cara tahlil, yaitu menikahi seorang wanita yang telah bercerai dengan suami pertamanya,yang dimaksudkan -dengan menikahinya – diapun mencerainya, sehingga dia bisa kembali kepada suami pertamanya. Atau telah terjadi kesepakatan diantara mereka bahwa jika ia menikahinya dan telah menyetubuhinya, maka dia harus mencerainya agar dapat kembali ke suaminya yang pertama. Adapun jumhur para Ulama mengharamkan pernikahan model ini. Berkata Umar : “Tidaklah ada orang yang didatangkan kepadaku melakukan nikah tahlil melainkan akan aku rajam keduanya”. Namun diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa ia membolehkannya. Lalu jika ada orang yang melakukannya pada hari ini, apakah anda tidak memberi peringatan (tahdzir) dari pendapat tersebut - dengan alasan - masalah ini termasuk ijtihadiyyah khilafiyyah ? Jawablah dengan jawaban seorang Salafi yang ikhlas dalam mengikuti manhaj Salaf ! Silahkan lihat ucapan Syaikhul Islam tentang pembahasan nikah tahlil dalam Majmu’ Fatawa : 20/266-dst Jilid 32/93 dan hal:96-97 serta di tempat yang lainnya.
3) Jama’ah Tabligh, jama’ah Shufiyyah, dimana para Ulama telah mentahdzirnya dan memberi peringatan darinya. Hal ini adalah perkara yang sudah ma’ruf di kalangan kita sekalian. Akan tetapi ternyata masih ada juga yang memberi pujian pada mereka, seperti Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, bahkan mengarang sebuah kitab sebagai bentuk pujian terhadap mereka yang akhirnya kitab tersebut dijadikan tameng oleh Jama’ah Tabligh. Maka silahkan ditanyakan kepada Al-Akh Firanda –hadanallahu wa iyyah- : “Apakah anda tidak mengingkari Jama’ah Tabligh dan mentahdzir darinya?” Atau anda masih menganggap bahwa ini masalah khilafiyyah ijtihadiyyah yang tidak boleh ada pengingkaran dan tahdzir padanya ? Kalau anda memberi jawaban pertama, maka anda telah merobohkan kaedah yang anda gunakan sendiri. Dan kalau anda memilih jawaban yang kedua, maka anda perlu untuk mengintrospeksi kembali terhadap manhaj anda.
4) Masalah demonstrasi. Baru-baru ini ketika Syaikh Ali Hasan hafidzahullah berkunjung ke Makasar, dalam salah satu pertemuan beliau ditanya tentang hukum berdemonstrasi. Beliaupun menjawab bahwa ini termasuk perkara yang diperselisihkan oleh para Ulama, walaupun yang rajih menurut beliau adalah terlarang. Saya sendiri belum mengetahui siapa di kalangan para Ulama Ahlus Sunnah yang membolehkan demonstrasi, namun kalaulah apa yang disebutkan oleh Syaikh Ali Hasan tersebut benar, apakah jika ada yang membolehkan demonstrasi bahkan melakukannya, apakah tidak diperbolehkan mentahdzir darinya dengan alasan bahwa ini termasuk masalah khilafiyyah ijtihadiyyah? Kita tunggu jawaban dari Al-Akh Firanda.
5) Masalah haramnya musik. Kita tentunya telah mengetahui berdasarkan banyak dalil baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang menjelaskan tentang diharamkannya musik. Dan ini adalah pendapat jumhur dari kalangan para Ulama. Namun di kalangan para Ulama masih ada juga yang menghalalkan, seperti Ibnu Hazm rahimahullah Ta’ala. Jika demikian keadaannya, lalu tanyakanlah kepada al-akh Firanda: “Apakah anda tidak mentahdzir dari musik karena termasuk masalah ijtihadiyyah khilafiyyah?”.
6) Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Salman dan Safar Hawali. Dimana para Ulama telah menjelaskan dan mentahdzir dari kesesatannya, seperti Al-Allamah Al-Albani, Asy Syaikh Ibn Baaz dan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumullah Ta’ala. Bahkan telah dinyatakan bahwa mereka ini tergolong diantara kaum Neo Khawarij. Namun bukankah Al-Akh Firanda juga mengetahui bahwa masih ada juga yang membela mereka, seperti Syaikh Abdurrahman Jibrin, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid dan mungkin masih ada yang lainnya yang ana tidak ketahui. Lalu silahkan tanyakan kepada Al-Akh Firanda: “Apakah anda termasuk yang membela mereka atau yang mentahdzir ? Atau mungkin anda memiliki jawaban rinci ?” Mungkin itu yang kita tunggu.

Saya kira beberapa contoh ini sudah cukup mewakili yang lainnya, sebab masih banyak lagi contoh yang disebutkan oleh para Ulama, diantaranya Syaikhul Islam dalam Majmu’ al-Fatawa dan Ibnu Qoyyim dalam kitabnya yang sangat bermanfaat, “A’laam al-Muwaqqi’in”.

Bila hal ini telah kita pahami, maka sesungguhnya para Ulama masih saja memperingatkan dari bahayanya suatu pendapat yang menyelisihi dalil, walaupun di kalangan para Ulama ada yang berpendapat dengannya. Sebab tidak seorang pun dari kalangan para ulama melainkan Ia memiliki zallah (ketergelinciran/kekeliruan). Berkata Al-Auza’i rahimahullah Ta’ala:

(نجتنب أو نترك من قول أهل العراق خمسا ومن قول أهل الحجاز خمسا من قول أهل العراق شرب المسكر والأكل في الفجر في رمضان ولا جمعة إلا في سبعة أمصار وتأخير صلاة العصر حتى يكون ظل كل شيء أربعة أمثاله والفرار يوم الزحف ومن قول أهل الحجاز استماع الملاهي والجمع بين الصلاتين من غير عذر والمتعة بالنساء والدرهم بالدرهمين والدينار بالدينارين يدا بيد وإتيان السناء في أدبارهن)
 
“Kita menjauhi atau meninggalkan lima pendapat ulama Irak dan lima pendapat ulama Hijaz, “Diantara pendapat ulama Irak adalah bolehnya minum yang memabukkan, makan di waktu fajar telah masuk di bulan Ramadhan, tidak ada sholat Jum’at kecuali pada tujuh negeri, bolehnya mengakhirkan sholat Ashar hingga bayangan sesuatu empat kali lipatnya, bolehnya melarikan diri dari medan pertempuran.” Dan ucapan penduduk Hijaz yaitu: “Bolehnya mendengarkan musik, menjamak antara dua sholat tanpa udzur, menikahi wanita dengan nikah mut’ah, bolehnya menukar satu dirham dengan dua dirham dan satu dinar ditukar dengan dua dinar secara kontan dan bolehnya menggauli wanita lewat duburnya”.”
(Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Ma’rifat Uluum al-Hadits:65 dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam Sunannya: 10/211).

Beliau rahimahullah juga mengatakan:
من أخذ بنوادر العلماء خرج من الإسلام
“Barangsiapa yang mengambil pendapat ganjil para ulama, maka dia keluar dari Islam” (diriwayatkan Al-Baihaqi:10/211)

Juga berkata Ismail bin Ishaq Al-Qadhi:
من أباح المسكر لم يبح المتعة ومن أباح المتعة لم يبح الغناء والمسكر وما من عالم إلا وله زلة ومن جمع زلل العلماء ثم أخذ بها ذهب دينه
“(Ulama) yang membolehkan minum yang memabukkan, dia tidak membolehkan nikah mut’ah. Dan Ulama yang membolehkan nikah mut’ah, tidak membolehkan nyanyian dan yang memabukkan. Tidak seorang alim pun melainkan dia memiliki ketergelinciran (kekeliruan, pen). Dan barangsiapa yang mengumpulkan ketergelinciran para Ulama, maka akan hilang agamanya.” (Diriwayatkan Al-Baihaqi:10/211).

Berkata pula Yahya bin Sa’id Al-Qoththon rahimahullah Ta’ala:

لو أن رجلا عمل بكل رخصة : بقول أهل الكوفة في النبيذ وأهل المدينة في السماع وأهل مكة في المتعة لكان فاسقا
 
“Kalaulah sekiranya seseorang mengamalkan setiap rukhshah (yang ringan ) : “Pendapat ahli Kufah tentang nabidz [4] , dan pendapat penduduk Madinah tentang musik, pendapat penduduk Makkah tentang (nikah) Mut’ah, maka dia menjadi orang fasik.” (Aunul Ma’bud:13/187)
Berkata Sulaiman At-Taimi:

لو أخذت برخصة كل عالم أو زلة كل عالم اجتمع فيك الشر كله
 
“Jika engkau mengambil rukhshah setiap alim atau kekeliruan setiap alim, maka telah berkumpul padamu setiap kejelekan”
(Musnad Ibnu Ja’ad:1319, Hilyah Al-Auliya’:3/323, Tadzkirotul Huffadz:1/151)
Ibnu Hazm rahimahullah tatkala menyebutkan tentang sedikitnya jumlah ijma’ yang tsabit, lalu beliau berkata:

ولو أن امرأ لا يأخذ إلا بما اجتمعت عليه الأمة فقط ويترك كل ما اختلفوا فيه مما قد جاءت فيه النصوص لكان فاسقا بإجماع الأمة
 
“…Kalau sekiranya seseorang tidak mengambil kecuali apa yang disepakati umat ini, lalu meninggalkan setiap apa yang diperselisihkan padanya dari sesuatu yang telah datang padanya nash, maka dia menjadi seorang yang fasik”. (Al-Ihkam,Ibnu Hazm:2/208).

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah Ta’ala tatkala beliau menjelaskan tentang batilnya perbuatan hilah [5] :
“Perkataan mereka, ‘Bahwa permasalahan khilaf tidak ada pengingkaran atasnya’, tidaklah benar, sebab sikap pengingkaran ada kalanya diarahkan kepada sebuah ucapan, fatwa atau amalan. Adapun yang pertama, maka apabila ucapan tersebut menyelisihi Sunnah atau ijma’ yang masyhur, maka wajib mengingkarinya berdasarkan kesepakatan. Jika tidak demikian (maksudnya tidak ada kesepakatan-pen) maka menjelaskan kelemahannya dan penyelisihannya terhadap dalil, maka tetap ada pengingkaran yang semisalnya. Adapun suatu amalan, maka apabila menyelisihi Sunnah atau ijma’, maka wajib mengingkarinya berdasarkan tingkatan-tingkatan dalam mengingkari. Lalu bagaimana mungkin seorang faqih menyatakan bahwa tidak boleh ada pengingkaran terhadap berbagai masalah yang diperselisihkan, sementara para fuqoha’ dari seluruh golongan telah menyatakan dengan jelas bahwa akan dibatalkannya keputusan hukum seorang hakim, jika menyelisihi al-Kitab atau as-Sunnah walaupun telah disetujui oleh sebagian ulama. Adapun bila dalam permasalahan tersebut tidak ada Sunnah, atau ijma’, dan ijtihad diperbolehkan padanya. Maka tidak diingkari orang yang melakukannya karena berijtihad atau bertaqlid.
Dan sesungguhnya munculnya pengkaburan ini disebabkan karena orang yang mengatakannya meyakini bahwa permasalahn khilaf itu adalah masalah ijtihad, sebagaimana yang disangka oleh beberapa orang dari kalangan manusia yang tidak memiliki sifat tahqiq (pengecekan secara benar) dalam berilmu.
Yang benar adalah apa yang diyakini oleh para imam bahwa permasalahan ijtihad selama tidak ada dalil yang wajib diamalkan secara dzahir, seperti hadits yang shohih yang tidak ada yang menyelisihinya, maka diperbolehkan padanya –jika tidak ada dalil yang zhahir yang wajib diamalkan- berijtihad, sebab adanya dalil-dalil yang terlihat saling bertentangan serta karena terkaburkannya dalil-dalil didalamnya. Dan pada ucapan seorang alim, “Sesungguhnya masalah ini qoth’i atau yaqini dan tidak diperbolehkan padanya ijtihad, bukanlah merupakan cercaan terhadap yang menyelisihinya ,tidak pula dinisbahkan kepadanya bahwa dia sengaja menyelisihi kebenaran. Sementara permasalahan yang diperselisihkan padanya oleh Ulama Salaf maupun khalaf, dalam keadaan kita telah meyakini kebenaran salah satu dari dua pendapat tersebut, banyak...”

Lalu beliau menyebutkan sekian banyak contoh dalam hal ini, setelah itu beliau mengatakan, “Yang jelas, tidak ada udzur di sisi Allah Azza wa Jalla pada hari Kiamat bagi siapa yang telah sampai kepadanya apa yang terdapat dalam suatu permasalahan,baik masalah ini atau yang lainnya, berupa hadits-hadits dan atsar yang tidak ada yang menyelisihinya, jika dia melemparnya di belakang punggungnya, lalu dia taqlid pada orang yang dilarang untuk taqlid kepadanya dan yang telah mengatakan kepadanya, “Tidak halal bagimu untuk mengikuti ucapanku jika menyelisihi Sunnah. Maka jika telah shohih suatu hadits, maka jangan engkau pedulikan ucapanku”. Kendatipun dia tidak mengatakan itu kepadamu, maka sesungguhnya itu adalah suatu hal yang wajib yang tidak ada pilihan lain bagimu. Bahkan kalaupun dia mengatakan kepadamu selain itu, maka tidak ada leluasa bagimu kecuali mengikuti hujjah. Kalau saja dalam masalah ini tidak terdapat hadits dan atsar sama sekali, maka sesungguhnya seorang mukmin mengetahui secara pasti bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam tidak pernah mengajari para shahabatnya cara hilah seperti ini dan tidak pula membimbing kepadanya, ‘kalaulah sekiranya sampai kepadanya berita bahwa ada seseorang melakukannya niscaya akan diingkarinya’. Dan tidak pernah seorang pun dari para shahabat yang memfatwakannya dan tidak pula mengajarkannya. Sebab yang demikian termasuk perkara yang dipastikan oleh setiap orang yang sedikit menelaah tentang keadaan mereka, sejarah kehidupan mereka dan fatwa-fatwanya. Hal ini tidaklah membutuhkan dalil lebih dari sekedar mengetahui hakekat agama yang Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya dengannya.”
(A’laam al-Muwaqqi’in,Ibnul Qoyyim:3/300-301)
Footnote :
2. Dalam ucapan ini ada dua permasalahan yang perlu pembahasan: masalah mengingkari dan tahdzir dari permasalahan khilafiyah dan yang kedua adalah masalah hajr. Untuk edisi ini kita hanya membahas bagian pertama.
3. Buku ini saya dapatkan foto kopinya dari Al-Akh Al-Ustadz Ibnu Yunus hafidzahullah. Dan saya tidak memiliki bukunya yang sudah dicetak.
4. Sejenis tape dari korma atau anggur atau yang lainnya yang disimpan pada sebuah tempat lalu dibiarkan dalam waktu beberapa lama yang dapat menyebabkan ia menjadi sesuatu yang memabukkan.
5. Hilah adalah jenis khusus dari suatu amalan yang mana pelakunya berpindah dari satu keadaan menuju kepada keadaan lainnya. Biasanya dilakukan untuk mengaburkan sesuatu yang terlarang baik secara syari’at, akal ataukah kebiasaan.(A’laam Al-Muwaqqi’in,Ibnul Qoyyim: 3/252). Dengan kata lain hilah adalah mengamalkan muamalah dengan cara yang terlarang dengan cara yang samar, yang tidak ada yang mengetahui keharamannya kecuali orang memperhatikannya secara seksama.

Jum’iyyah Ihya At-Turots, masalah ijtihadiyyah?


Pada edisi yang lalu telah kita nukilkan sebagian fatwa para ulama yang menyatakan bahwa Ihya At-Turots adalah organisasi yang dibangun diatas manhaj Ikhwani,yang didalamnya diterapkan cara-cara hizbiyyah. Diantaranya mengikat anggotanya dengan cara bai’at, ikut serta dalam politik praktis, berparlemen, menyebarkan pemikiran Quthbiyyah dan Abdurrahman Abdul Khaliq. Sehingga, menyebabkan terjadinya perpecahan di berbagai negeri karena campur tangan organisasi ini yang mengatasnamakan dakwahnya dengan dakwah Salafiyyah, termasuk perpecahan yang telah terjadi di Indonesia juga tidak terlepas dari campur tangan mereka.

Fatwa Syaikhuna Muqbil Bin Hadi –Rahimahullah



فتوى الشيخ مقبل رحمه الله تعالى
((جمعية إحياء التراث علمها هو جمع الأموال ثم بعد ذلك تجميع الناس معهم وإلى دعوة ديمقراطية .ليس الخلاف بيننا وبينهم من أجل المال, وليس الخلاف بيننا وبينهم من أجل المراكز وليس الخلاف بيننا وبينهم من أجل المرتفعات العسكرية وغيرها.الخلاف بيننا وبينهم أنهم يدعون إلى الديمقراطية وهكذا أيضا الإخوان المفلسون يدعون إلى الديمقراطية ويريدون أن يصوروا للناس من أنها إسلامية, والله المستعان)).
Terjemahan :
Syaikh Muqbil ibn Hadi rahimahullah : “Jum’iyyah Ihya’ At-Turots ilmunya adalah mengumpalkan harta, kemudian mengumpulkan manusia agar bersama mereka dan mengajak kepada Demokrasi. Bukanlah perselisihan antara kita dan mereka (Ihya’ At-Turots) disebabkan karena harta. Dan bukanlah perselisihan antara kita dan mereka (Ihya’ At-Turots) disebabkan karena markaz (pondok pesantren) dan bukan perselisihan antara kami dan mereka dalam masalah tingkatan ketentaraan.

Perselisihan antara kita dan mereka (Ihya’ at-Turots) adalah karena mereka menyeru kepada Demokrasi. Demikian pula, Al-Ikhwan Al-Muflisun menyeru kepada Demokrasi. Mereka hendak menggambarkan kepada manusia bahwa itu adalah cara Islami. Wallahul musta’an”.

Fatwa Asy-Syaikh Muhammad Bin Hadi Al-Madkhali Hafidhahullah-


فتوى الشيخ محمد بن هادي المدخلي خفظه الله تعالى
السائل:يوجد لجمعية إحياء التراث جهود في مجال الدعوة ؟
الجواب: هل تعرفون هذه الجمعية وهل هي قائمة على النهج السلفي؟لا والله ما هي قائمة على المنهج السلفي,والله على المنهج الإخواني قائمة, وأصحابها متلونون .والذي نعرفه منهم لا يجوز لنا أن ندعه لحال من زكاهم ممن تجملوا له وهو لا يعرفه,فإن الله سبحانه وتعالى لم يكلفنا إلا بما علمنا .وهذه الجمعية حزبية والبيعة عندهم يسمونها العهد.أو يسمونها طاعة المسؤول .وانظروا إليهم في مواقفهم .فأينما شرقوا أو غربوا في العالم الإسلامي وغير الإسلامي لا تجدهم إلا يفرقون الدعوات السلفية.ما يجمعون,وإنما يأتون إلى التجمعات السلفية فيفرقونها ,وذلك بسبب المال الذي معهم.فنسأل الله العافية والسلامة .ولقد تكلمت في هذا في كثير من الأشرطة ولي في هذا كلام في شريطين في الكويت عندهم. الشاهد عبد الرحمن عبد الخالق ليس بخاف علينا ولا بخاف عليكم جميعا وهو شيخهم إلى هذه الساعة وإن حاولوا التنقل منه.فنسأل الله العافية والسلامة والكلام فيه يطول ولكن أكتفي بهذا
))
Terjemahan :
Penanya berkata: “Apakah didapati pada Jum’iyyah Ihya’ At-Turots andil dalam bidang dakwah ?”

Jawaban
Syaikh Dr. Muhammad Ibn Hadi al Madkhali : “Apakah Kalian tahu Jum’iyyah ini? Apakah dibangun di atas manhaj Salafi ? Demi Allah dia (Ihya’ut Turots-pen) tidak dibangun diatas manhaj Salafi. Demi Allah dibangun di atas manhaj Ikhwani, para anggotanya adalah orang-orang yang mutalawwin/bermuka dua [3]. Adapun yang kami ketahui tentang mereka, tidak boleh bagi kita mendiamkan karena adanya orang yang memberi rekomendasi kepada mereka, dari orang-orang yang mereka (orang-orang Ihya' turats-pent) berbasa-basi di hadapannya sementara mereka (yang memberi rekomendasi) tidak mengetahuinya.
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak membebani kita kecuali dengan apa yang kita ketahui. Sementara organisasi ini adalah Hizbiyyah. Mereka mempunyai bai’at yang mereka namakan perjanjian atau mereka namakan “Ta’at kepada penanggung jawab (pengurus, pen).” Maka, perhatikanlah mereka dalam berbagai sikapnya! Kemanapun mereka pergi, ke Barat atau ke Timur, di negara Islam atau selain negara Islam, kalian tidak mendapati mereka melainkan mereka memecah-belah dakwah Salafiyah.

Fatwa Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri –Hafidhahullah


فتوى الشيخ عبيد الجابري حفظه الله تعالى
(( أولا يا بني, نحن لا نتحدث إلا ببينة يستوي عندنا في هذا إحياء التراث وغيرها .لقد صح عندي بنقل الثقات منهم الشيخ عبد المالك رمضاني أن هذا موجود عندهم.ولا يزال عند بعض المنتسبين إليهم مثل عبد الله السبت ومحمد بن حميد النجدي .نعم. فهم أخفوا هذا عنكم,وكل جماعة منحرفة لا تعطي المنتسبين إليهم أول الأمر كل ما عندهم حتى جماعة التبليغ لا يبايعون على السلسلة الرباعية الصوفية وهي الجشتية والقادرية والسهروردية والنقشبندية إلا بعد اختبار ,نعم))
.
Terjemahan :
Syaikh Ubaid al Jabiri : Jawaban beliau tatkala ditanya tentang pembai’atan yang terjadi di Jum’iyyah Ihya’ at-Turots:
“Pertama, wahai anakku, kita tidaklah berbicara kecuali dengan bukti, menurut kami dalam hal ini Jum’iyyah Ihya’ At-Turots atau yang lainnya. Dan telah sampai berita shahih menurutku dengan penukilan orang yang tsiqah (terpercaya), diantara mereka Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani bahwa ini (bai’at) ada pada mereka. Dan masih saja ada pada sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada mereka seperti Abdullah As-Sabt dan Muhammad bin Humaid An-Najdi.

(Ini adalah transkrip dari kaset fatwa beliau oleh penerjemah, rekaman ada pada kami - penerjemah).

Iya, tetapi mereka menyembunyikan hal ini dari kalian. Dan setiap Jama’ah yang menyimpang pada awal kali tidak akan menyampaikan kepada orang-orang yang menisbahkan kepada mereka semua apa yang ada pada mereka. Bahkan Jama’ah Tabligh, mereka tidak membai’at berdasarkan empat serangkai Tarekat Shufiyah yaitu Al-Jusytiyah, Al-Qadiriyah, As-Sahrawardiyah,dan An-Naqsyabandiyah kecuali setelah melalui pengujian. Na’am (iya) ...”
السائل: أثابكم الله,هل تنصحون الشاب بالدخول مع جمعية إحياء التراث في حلقة تحفيظ القرآن وبعض دروسهم؟ نرجو النصيحة؟
الجواب: أقول,بالنسبة للجمعية,نحن تكلمنا فيها ,أعني جمعية إحياء التراث وبينا ما يسعنا بيانا في أشرطة,منها في السعودية ومنها في الكويت وأظن أن أبا محمد وأبا عثمان حضرا بعضها .وآخر ما تكلمت فيه عن هذه الجمعية شريط أو مقابلة سجلت معي من قبل بعض الكويتيين وكان ذلك الشريط في عام 1422 ,وكنت أنا ذاك مشتركا في دورة علمية بحفر الباطن,فالكويتييون زاروا جيرانهم وأجروا مع ذلك الشريط وهو موجود,وأظنه في التسجيلات السلفية عندكم في الكويت.
والذي أدين الله به أنه لا يجوز التعاون مع تلك الجمعية ولا غيرها من الجمعيات المنحرفة ولو اشتراك في سلكها ولا الدراسة في مدارس خاصة بها ولا حلقات خاصة بها ,ولا يجوز التعاون معها في أشرطتها الدعوية ,لأن هذه الحمعية ثبت عندنا أنها حرب على أهل السنة بالكويت .وكذلك تحتوي فيمن تحتوي من أعضائها المكفرين مثل ناظم المصباحي التي تنضح أشرطته بالتكفير إن لم يكن كلها فكثير منها ومن هون أمر هذه الجمعية ولطف حالها فإنهم ردوا عليه قوله بشهادة العدول من إخوانها وأبنائنا الكويتيين ومنهم مشيخة السلفية الذين يعرفون حالها ونحن نقبل قولهم وقول أبنائهم وإخوانهم به ما يجري في الكويت وهم أعلم ومنهم أبو محمد الشيخ فلاح بن إسماعيل وأبو عثمان الشيخ محمد بن عثمان العمري وغيرهم من مشيخة السلفية في الكويت ,نعم.
Terjemahan :
Berkata penanya: “Semoga Allah Ta’ala memberimu pahala. Apakah engkau menasehatkan seorang pemuda untuk masuk bergabung bersama Yayasan Ihya’ At-Turots dalam halaqah Tahfidzul Qur’an dan sebagian pelajaran mereka? Kami mengharapkan nasehat …

Jawaban

Fatwa Asy-Syaikh Rabi’ Bin Hadi Al-Madkhali –Hafidhahullah


فتوى الشيخ ربيع بن هادي المدخلي حفظه الله تعالى
(( والله يقولون بأن إحياء التراث تلتزم بالمنهج السلفي,لكن عليها مآخذ شديدة في الخارج أكثر من الداخل,وأرى أن التعاون معها تعاون ضد المنهج السلفي,فعليها أن تتوب إلى الله تبارك وتعالى وتلتزم المنهج السلفي باطنا وظاهرا وتعلن الحرب على هذا الغلو وعلى هذه المناهج مناهج سيد قطب.أما إمام إحياء التراث عبد الرحمن عبد الخالق يدافع عن الترابي وسيد قطب والبنا والمودودي وعيرهم من زعماء البدع والفتن ويبقى إماما مقدسا في قلب إحياء التراث.بارك الله فيكم.فهذا من أقوى القرائن على أن إحياء التراث ليست بصادقة في اتجاهها بالمنهج السلفي وآثار عبد الرحمن عبد الخالق معروفة هي ما تحمل المنهج السلفي بجدية وصفاء ونقاء .ومن أدلة أنها لا تلزم هذا المنهج أنها توالي التكفيرية في اليمن جمعية الحكمة وأمثالها وتوالي غيرهم توالي الإخوان المسلمين .أين جهودها في مواجهة هذا الفكر الإخواني لا هَمَّ له إلا السحب من المنهج السلفي .
أيها الإخوة,على كل حال ,نحن ننصح الشاب السلفي أن يدرس المنهج السلفي من الطرق الشريفة النظيفة ,وأنصح السلفي الصادق ألا يدخل إخوانه في دوامة الخلافات والقيل والقال وقد نصحتكم في مرات كثيرة أنكم ابتعدوا عن أسباب الخلافات ,فالتعاون مع إحياء التراث يؤدي إلى صراعات وخلاافات بينكم.
فالسلفي الصادق لا يغالط بدعوته وبإخوانه ويدخل بها في صراع الخلافات بارك الله فيكم.
نحن والله نتمنى من إحياء التراث أن تعود إلى رشدها وأن يكون أعمالها الخفية مثل أعمالها الظاهرة وهي-- سلفية واضحة باطنا وظاهرا ترى آثار هذه السلفية في الخارج وفي الداخل .لكم مانرى هذا,أين هذا في بانجلاديش,وأين مثل هذا في السودان,وأين آثارها في بلدان بعيدة وإن كانوا يلبسون على الناس ,يلبسون على الناس ويقولون: نطبع الكتب وننشر كذا وكذا ........(كلمة غير واضحة) بارك الله فيك
ليست مخلصة في نشر المنهج السلفي الذي رفع رايته رسول الله وصحابته الكرام وأتباعه أحمد بن حنبل وابن تيمية وابن عبد الوهاب .نجدهم ذكر الإخوان ,مجاملات,والسياسات وما شاكل ذلك.فلتتب إلى الله عز وجل من هذا المنهج .
تم هذا اللقاء في يوم الخميس الموافق الثامن من شهر الله الحرام عام 1426 .بعنوان: الوسطية في الإسلام
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Terjemahannya :
Syaikh Rabi Ibn Haadi : “Demi Allah, mereka mengatakan bahwa Ihya’ At-Turots komitmen dengan manhaj Salafi, namun ada beberapa kritikan keras atas mereka, dimana di luar - lebih banyak (kritikannya) - daripada di dalamnya. Aku berpendapat bahwa bekerjasama dengan mereka adalah bentuk kerjasama yang menentang manhaj Salafi. "

Kamis, 15 September 2011

Kerusakan Pacaran Islami


Kerusakan Pacaran Islami
 


Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Dengan pacaran “Islami” ala mereka, mereka tentu tidak akan lepas dari yang namanya khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya hijab/tabir penghalang).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)

Pacaran Islami Para Aktifis Dakwah


Pacaran Islami Para Aktifis Dakwah


Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Menempelkan label Islami memang mudah. Namun ketika yang dilekati adalah hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, maka perkaranya menjadi berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Rukun Nikah


Rukun Nikah


Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim

Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.

Beberapa Akhlak Menuju Keluarga Sakinah


Beberapa Akhlak Menuju Keluarga Sakinah
  


Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah



Setiap orang muslim meyakini tentang kedudukan akhlak dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Di sini, ada beberapa akhlak dan adab yang harus ada pada suami-istri, yakni berupa hak di antara keduanya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (Al-Baqarah: 228)



Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Keluarga Beliau


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Keluarga Beliau


Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah



Sungguh amat sangat menarik bila dikaji kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama istri-istri beliau. Sebuah kehidupan indah, yang mestinya ditulis dengan tinta emas, dan telah diabadikan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala hingga hari kiamat. Sehingga setiap umat beliau yang kembali ke jalan As-Sunnah akan mengetahui hal itu. “Indahnya hidup bersama Sunnah Rasulullah”, itulah ucapan yang akan keluar dari orang yang telah mencium aroma As-Sunnah walaupun sedikit. Mari kita menelaah beberapa riwayat tentang indahnya hidup Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama keluarga beliau, yang semuanya itu merupakan buah dari akhlak yang mulia dan agung.


Telah disebutkan di dalam kitab-kitab As-Sunnah seperti kitab Shahih Al-Imam Al- Bukhari, Shahih Al-Imam Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa`i dan selain mereka. Lihat nukilan beberapa riwayat dalam kitab Ash-Shahihul Musnad Min Syama`il Muhammadiyyah. (1/384-420, karya Ummu Abdullah Al- Wadi’iyyah)



Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Teladan dalam Berumah Tangga


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Teladan dalam Berumah Tangga


Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah



Meniti jejak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kehidupan berumah tangga adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim yang menginginkan kebahagiaan dalam berumah tangga. Hal ini masuk dalam keumuman firman Allah Subhanahu wa ta'ala di dalam Al-Qur`an:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab: 21)

Selasa, 13 September 2011

Ulama Su`



"AKU HERAN DARI ORANG YANG MENJUAL KESESATAN DENGAN PETUNJUK!
DAN AKU LEBIH HERAN DARI ORANG YANG MEMBELI DUNIA DENGAN AGAMA"

Itulah kurang lebih ungkapan dua bait syair yang menggambarkan tentang keberadaan dua golongan pengacau da'wah dan perusuh di kalangan umat.
Mereka tiada lain adalah para bandit-bandit da'wah, yang dzahirnya berbicara tentang agama tetapi kenyataannya justru jauh memalingkan umat dari agama, mereka tiada lain adalah para calo-calo da'wah yang senantiasa mengabaikan dan menjual prinsip-prinsip agama demi untuk menggapai kelezatan dunia.
Sungguh mereka adalah orang-orang yang telah dinyatakan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Di malam hari saat aku isro', aku melihat suatu kaum di mana lidah-lidah mereka dipotong dengan guntingan dari api" - atau ia (Rasulullah) berkata, "dari besi. Aku bertanya siapa mereka wahai Jibril? Mereka adalah para khatib-khatib dari umatmu!" (H.R. Abu Ya'la dari sahabat Anas bin Malik radliyallahu 'anhuma).
Para pembaca -hadanallahu wa iyyakum- mereka adalah para da'i dan ulama-ulama su' yang telah Allah beberkan keberadaannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab. Dan mereka mengatakan ia (yang dibacanya itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui." (Q.S. Ali Imron: 78). 

Minggu, 11 September 2011

Membongkar Kesesatan Doraemon Cs


Hukum Zakat Profesi (Gaji Bulanan)


Hukum Zakat Profesi (Gaji Bulanan)
-------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi & Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahim Al-Bukhari

Soal:

س: هل للرواتب الشهرية زكاة؟

Apakah pada gaji bulanan ada (kewajiban) zakatnya?


Jawab:

ج: لا زكاة فيها إلا أن تستلمها وتبقى عندك حولا كاملا

“Tidak ada zakat padanya, kecuali bila Anda menerima gaji, dan tetap tersimpan bersamamu sempurna satu haul (tahun).” (Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi)

(Dinukil dari Majalah An-Nashihah, vol. 11, th. 1427H/2006M, judul: Hukum Zakat Profesi, hal. 5)

Soal:

Zakat Uang


Zakat Uang
----------------------------------------------------------------------------------------------

Apakah uang yang dimiliki oleh seorang muslim/muslimah dikenai kewajiban zakat? Dan bagaimana menghitung zakatnya?

Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad As-Sarbini Al-Makassari

Alhamdulillah wabihi nasta’in ‘ala umur ad-dunya waddin, wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulihi al-amin wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in.

Para ulama telah berbicara dalam masalah ini dan terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka. Ada dua pendapat dalam hal ini: 

Adab-adab Berkendaraan


Apakah Zakat Profesi Disyariatkan?


Apakah Zakat Profesi Disyariatkan?
-----------------------------------------------------------
Soal:

Apakah zakat profesi memang disyariatkan dalam agama Islam?

Dijawab oleh Al-Ustadz Abu ‘Abdillah Muhammad As-Sarbini Al-Makassari

Para ulama menyatakan suatu kaidah yang agung hasil kesimpulan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah bahwa pada asalnya tidak dibenarkan menetapkan disyariatkannya suatu perkara dalam agama yang mulia ini kecuali berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاؤُاْ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ

“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka suatu perkara dalam agama ini tanpa izin dari Allah?” (Asy-Syuura: 21)

Jadi pada asalnya tidak ada kewajiban atas seseorang untuk membayar zakat dari suatu harta yang dimilikinya kecuali ada dalil yang menetapkannya. Berdasarkan hal ini jika yang dimaksud dengan zakat profesi bahwa setiap profesi yang ditekuni oleh seseorang terkena kewajiban zakat, dalam arti uang yang dihasilkan darinya berapapun jumlahnya, mencapai nishab1 atau tidak, dan apakah uang tersebut mencapai haul atau tidak2 wajib dikeluarkan zakatnya, maka ini adalah pendapat yang batil. Tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menetapkannya. Tidak pula ijma’ umat menyepakatinya. Bahkan tidak ada qiyas yang menunjukkannya.

Adapun jika yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang harus dikeluarkan dari uang yang dihasilkan dan dikumpulkan dari profesi tertentu, dengan syarat mencapai nishab dan telah sempurna haul yang harus dilewatinya, ini adalah pendapat yang benar, yang memiliki dalil dan difatwakan oleh para ulama besar yang diakui keilmuannya dan dijadikan rujukan oleh umat Islam sedunia pada abad ini dalam urusan agama mereka . hakikatnya ini adalah zakat uang yang telah kami bahas pada Rubrik Problema Anda edisi yang lalu3.

Ternyata Teh Celup Berbahaya


Ternyata Teh Celup Berbahaya
--------------------------------------------------------------------------------------------

Apakah benar teh celup membahayakan kesehatan? Mengapa demikian? Ternyata penyebabnya lebih pada kemasannya, kantong kertas kecil berserat renggang yang ternyata mengandung chlorine, yang antara lain bisa menyebabkan kemandulan, keterbelakangan mental dan kanker! Untuk dapat lebih memahaminya, kita akan membahas perihal teh celup ini secara garis besar saja. 

9 Obat yang Tidak Boleh Diberikan pada Bayi dan Anak


9 Obat yang Tidak Boleh Diberikan pada Bayi dan Anak
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

7 Macam Obat yang Seharusnya Tidak Diberikan pada Bayi dan Anak-anak

Bayi dan anak-anak lebih banyak menghadapi risiko tinggi terhadap reaksi obat, sehingga memberikan obat baik melalui resep maupun obat-obatan bebas pada bayi adalah suatu hal yang harus disikapi dengan serius. (Bahkan, hingga bayi Anda menginjak usia 6 bulan, lakukan konsultasi pada dokter sebelum Anda memberikan obat-obatan apapun, selain asetaminofen dengan dosis khusus untuk bayi, yang boleh diberikan begitu bayi Anda berusia lebih dari tiga bulan.
Berikut ini adalah 7 jenis obat-obatan yang tidak boleh diberikan pada bayi dan anak-anak:

Hukum Hipnoterapi



Hukum Hipnoterapi


--------------------------------------------------------------------------------------------
Tanya:
Assalamualaikum pak/Bu ustadz,
Hipnoterapi yg pernah dilakukan romy rafael pada saat ada pasien yg ingin cabut gigi,dia memberi sugesti positif ke alam bwah sadar dan lalu saat pasien itu giginya dicabut dia rasa sakitnya berkurang hingga 80 %.Dan ada juga hipnoterapi agar meningkatkan konsentrasi belajar dan juga prestasi belajar.dan satu lagi mengurangi rasa sakit saat melahirkan.gimana pendapat pak ustadz tentang hal ini?apakah haram?apakah berhubungan dgn bantuan jin?Kirim jawabannya ke-email ini ya pak.Terima kasih
Rasyid Verdianto [gibsonlespaul.paul53@gmail.com]

Jawab:

Jumat, 09 September 2011

Nasihat Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Kepada Para Pengikut Sunnah


Nasihat Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Kepada Para Pengikut Sunnah
---------------------------------------------------------------------------------------------------

Ibnu Qayyim Al Jauziyah
 

Apabila seorang mukmin menghendaki supaya Allah Subhanahu wata'ala menganugerahinya bashiroh (ilmu yang mendalam) di dalam agama, pengetahuan akan sunnah Rasul-Nya Shallallahu'alaihi wasallam dan pemahaman akan kitab-Nya dan diperlihatkan hawa nafsu, bid’ah, kesesatan dan jauhnya manusia dari shirothol mustaqim, jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan para sahabatnya. Apabila ia menghendaki untuk menempuh jalan ini, maka hendaklah ia persiapkan dirinya untuk dicemooh oleh orang-orang bodoh dan ahlul bid’ah, dicela, dihina dan ditahdzir oleh mereka. Sebagaimana pendahulu mereka melakukannya kepada panutan dan imam kita Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Adapun apabila ia menyeru kepada hal ini dan mencemooh apa-apa yang ada pada mereka, maka mereka akan murka dan membuat makar kepadanya...
Sehingga dirinya menjadi orang yang : 

Sebarkan Salam


Sebarkan Salam
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Abdullah bin ‘Amr ibnil ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan, “Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Perangai Islam yang manakah yang paling baik?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ

“Engkau memberi makan (kepada orang yang membutuhkan, pent.) serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan tidak engkau kenal.” (HR. Al-Bukhari no. 6236 dan Muslim no. 159)

Pada kesempatan lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian bisa saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan terhadap satu amalan yang bila kalian mengerjakannya kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 192)

Menyebarkan Salam


Menyebarkan Salam
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penulis: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran

Satu kebiasaan yang ringan namun bisa jadi jarang diterapkan di tengah keluarga kita adalah menyebarkan salam. Padahal banyak buah kebaikan yang bisa dipetik dari ucapan yang mengandung muatan doa ini.

Salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat muslim adalah menyebarkan salam. Karena dengannya akan tumbuh rasa saling cinta di antara mereka, biarpun tidak saling mengenal.

Betapa banyak kita temui anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita untuk menyebarkan salam. Sebagaimana disampaikan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam.” Beliau pun ditanya, “Apa saja, ya Rasulullah?” Jawab beliau, “Jika engkau bertemu dengannya, ucapkan salam kepadanya. Jika dia memanggilmu, penuhi panggilannya. Jika dia meminta nasihat kepadamu, berikan nasihat kepadanya. Jika dia bersin lalu memuji Allah, doakanlah dia1. Jika dia sakit, jenguklah dia; dan jika dia meninggal, iringkanlah jenazahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162)