Bila Kuburan Diagungkan
Bag.1
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Termasuk dari
tipu daya setan yang telah menimpa mayoritas orang sehingga tidak ada seorangpun
yang selamat-kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah- yaitu “Apa-apa yang
telah dibisikkan para setan kepada wali-walinya berupa fitnah kuburan.”
(Ighatsatul Lahfan, 1/182)
Dalam perjalanan hidup manusia, terkadang
perlu untuk kembali menengok ke sejarah masa lampau, masa-masa sebelum datangnya
cahaya Islam. Sebuah masa yang penuh dengan perilaku kejahilan dan semangat hawa
nafsu, di mana di dalamnya terdapat tatanan kehidupan yang didasarkan hanya pada
pandangan baik akal dan “kesepakatan” orang banyak. Bukan tatanan kehidupan yang
dibimbing oleh wahyu dari Dzat Yang Maha Benar. Kita perlu menengok kepada
kehidupan di masa jahiliyyah itu karena realita kehidupan kita di masa ini
ternyata banyak memiliki kesamaan dengan realita di masa jahiliyyah. Padahal
dengan diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang membawa cahaya
Islam, berbagai konsep kemasyarakatan ala masyarakat jahiliyyah itu semestinya
terhapuskan karena bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian,
menggali kembali hakikat alam kehidupan jahiliyyah bukan suatu keterbelakangan
dan kejumudan berfikir, namun merupakan langkah untuk lebih maju ke depan.
Merupakan suatu keterbelakangan bila kita tidak mau mempelajari berbagai
praktek kehidupan jahiliyyah, sehingga disadari atau tidak kita telah terjatuh
kepada perilaku kehidupan jahiliyyah itu. Tanpa sadar kita telah menjadi
pendukung untuk menghidupkan syi’ar-syi’ar mereka. Telah digambarkan oleh banyak
sastrawan bagaimana kejahatan dan kebiadaban ala hewan dalam alam jahiliyyah.
Yang kuat berkuasa dan yang lemah diinjak-injak, bahkan menjadi budak.
Penggambaran dengan bahasa yang indah tentang kehidupan jahiliyyah
sesungguhnya tidak mewakili pengupasan akar kejahatan tersebut, lebih-lebih jika
ingin mencabutnya. Cikal bakal kehidupan jahiliyyah memunculkan segala wujud
kejahatan, berupa kerusakan dalam bentuk pemerkosaan hati setiap insan dengan
perbuatan kedzaliman yang terbesar yaitu “Kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala”. Penghambaan yang keluar dari aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala,
penghambaan yang diiringi dengan penghinaan diri kepada sesuatu yang lebih
rendah darinya. Penghambaan kepada batu, kuburan, pohon, tempat-tempat keramat
dan sebagainya, merupakan pembunuhan terhadap fitrah yang suci, di mana Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah menciptakan setiap hamba dengannya. Juga merupakan
perusakan terhadap akal manusia yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan
dan membedakannya dengan makhluk-makhluk lain. Penjajahan terhadap kemerdekaan
setiap insan untuk bisa langsung berhubungan dengan Rabb-nya dan perbudakan diri
yang tidak pada tempatnya. Inilah kejahatan yang hakiki. Menelaah kembali
prinsip-prinsip hidup jahiliyyah bukan berarti ingin mengembang-biakkannya,
namun semata-mata untuk membentengi diri dan memperingatkan umat untuk tidak
terjatuh padanya. Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu 'anhu
menyatakan: كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةً أَنْ
يَدْرِكَنِي “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tentang kebaikan, dan aku bertanya kepadanya tentang kejahatan, khawatir
menimpa diriku.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab Al-Fitan bab ‘Bagaimana urusan bila
tidak ada jamaah’ no. 6658) ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu 'anhu berkata:
“Sesungguhnya ikatan Islam akan putus seikat demi seikat apabila muncul di dunia
Islam orang-orang yang tidak mengetahui (perkara) jahiliyyah.” Seorang
penyair mengatakan: Aku mengetahui kejahatan bukan untuk
melakukannya melainkan untuk menjaga diri darinya Barangsiapa yang tidak
mengenal kebaikan dari kejahatan Khawatir dia terjatuh padanya Semoga
dengan menelaah prinsip-prinsip hidup yang rusak itu kita bisa mewanti-wanti
diri, anak, dan generasi muslimin darinya1. Di antara sekian praktek hidup
jahiliyyah adalah mengagungkan kuburan.
Hakekat Kematian Kematian
merupakan suatu kepastian yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
kepada setiap yang bernyawa. Ketentuan yang tidak bisa dimajukan dan
dimundurkan, yaitu berpisahnya ruh dari jasad. Perpisahan ini menggambarkan
sesuatu yang tidak bisa berbicara lagi, berpikir, bergerak, melihat, mendengar
sebagaimana tabiat kehidupan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاََّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ “Tiap-tiap yang
bernyawa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahala. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam
surga, sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185) Ibnu Katsir rahimahullah
mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitakan tentang sesuatu yang akan
menimpa seluruh makhluk, bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian,
seperti firman Allah: “Sesuatu yang ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal
Wajah Rabbmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan” (Ar-Rahman: 26-27). Dia,
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat yang Esa dan tidak akan mengalami kematian,
manusia dan jin yang akan mengalami kematian, demikian juga seluruh malaikat dan
para pemikul ‘Arsy Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127) Manusia telah
bersepakat bahwa bila ruh berpisah dengan jasad, maka jasad tersebut tidak bisa
bergerak, berbicara, mendengar, bekerja, berdiri dan tanda-tanda kehidupan
lainnya. Namun kerusakan aqidah mereka menyebabkan terbaliknya keyakinan
tersebut. Sehingga mereka meyakini bahwa orang mati itu bisa muncul lagi ke
dunia, bisa berbuat sesuatu di luar perbuatan orang yang hidup, mendatangi
keluarganya lalu menyapa mereka, muncul di atas kuburnya, menarik kaki
orang-orang yang berjalan di atasnya, dan sebagainya. Ini semua adalah
cerita-cerita khurafat yang didalangi oleh Iblis dan tentara-tentaranya untuk
merusak aqidah orang-orang Islam. Bisakah si mayit mendengar dan berbuat
sesuatu sehingga kita bisa menjadikan dia sebagai perantara dengan Allah atau
kita bisa meminta sesuatu kepadanya? Bisakah si mayit membantu orang yang
mengalami malapetaka dan kesulitan hidup? Tentu setiap orang akan menjawab
bahwa mayit tidak akan sanggup melakukan yang demikian. Namun keyakinan banyak
manusia sekarang justru sebaliknya. Begitulah bila kuburan telah diagungkan dan
fitrah telah rusak.
Kerusakan Fitrah karena Cerita dan
Dongeng Perusakan fitrah setiap insan tidak akan berhenti dan terus akan
berlangsung sampai hari kiamat, hingga tiap orang akan bisa menjadi santapan
seruan Iblis. Oleh karena itu, mari kita melihat bahaya cerita dan dongeng yang
mengandung khurafat-khurafat, di antaranya: a. Menyebabkan seseorang memiliki
keyakinan yang berbeda dengan kesucian fitrahnya dan memiliki keyakinan yang
bertolak belakang. b. Menyebabkan seseorang memiliki sifat penakut. c.
Melemahkan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. d. Menjatuhkan
seseorang kepada kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman di dalam Al Qur’an: إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ
يُخَوِّفُ أَوْلِيآئَهُ فَلاَ تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِيْنَ “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang
menakut-nakuti kamu dengan kawan-kawannyas. Karena itu, janganlah kamu takut
kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang
beriman.”(Ali-Imran:175) Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah di dalam Tafsir-nya
mengatakan: “Di dalam ayat ini terdapat pelajaran tentang wajibnya takut hanya
kepada Allah semata dan itu termasuk dari tuntutan keimanan. Oleh karena itu,
seseorang memiliki rasa takut berdasarkan tinggi rendah imannya. Dan takut yang
terpuji adalah ketakutan yang menjaga seseorang dari segala keharaman Allah.”
(Tafsir As-Sa’di, hal. 157) Sesuatu yang tadinya hanya berbentuk
cerita-cerita khurafat kemudian diwujudkan dalam bentuk film-film hidup,
gambar-gambar, dan kengerian kuburan. Semua itu memperkuat perusakan fitrah
sehingga menjadi fitrah yang mati dan kaku, hidup di hadapan cerita-cerita
takhayul dan khurafat.
Jahiliyah dan Kuburan Kuburan merupakan salah
satu ajang kekufuran dan kesyirikan di masa jahiliyah. Terbukti hal yang
demikian dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: أَفَرَأَيْتُمُ الاَّتَ
وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ
اْلأُنْثَى تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيْزَى “Apakah patut kamu (hai orang-orang
musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling
terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak)
laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu
pembagian yang tidak adil.” (An-Najm: 19-22) Al-Hafidz Ibnu Katsir
rahimahullah mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mencerca kaum musyrikin
dengan peribadatan mereka kepada patung-patung, tandingan-tandingan bagi Allah
dan berhala-berhala, di mana mereka memberikan rumah-rumah untuk menyaingi
Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala: “Bagaimana pendapat kalian tentang Al-Lata”. Al-Lata adalah
sebutan untuk batu yang terukir di mana di atasnya dibangun rumah dan berada di
kota Thaif. Ia memiliki kelambu dan juru kunci dan di sekitarnya terdapat
halaman yang diagungkan oleh penduduk Thaif, yaitu kabilah Tsaqif dan yang
mengikuti mereka. Mereka berbangga-bangga dengannya di hadapan seluruh kabilah
Arab kecuali Quraisy.” Kemudian beliau berkata: “Diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas radhiallahu 'anhuma, Mujahid, Rabi’ bin Anas mereka membaca (الاَّتَ)
dengan ditasydidkan taa (تَّ) dan mereka menafsirkannya dengan: “Seseorang yang
mengadoni gandum untuk para jamaah haji di masa jahiliyyah. Tatkala dia
meninggal, mereka i’tikaf di kuburannya lalu menyembahnya.” Al-Imam
Al-Bukhari rahimahullah mengatakan: Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas
radhiallahu 'anhuma berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”:
“Al-Latta adalah seseorang yang menjadikan gandum untuk para jamaah haji.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 4/35, lihat Tafsir Al-Qurthubi, 9/66, Ighatsatul Lahfan,
1/184) Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan:
“Al-Latta dengan bacaan ditasydidkan huruf taa adalah bacaan Ibnu ‘Abbas
berdasarkan bacaan ini berarti isim fa’il (bentuk subyek) dari kata ‘latta’
(yang berbentuk) patung, ini asalnya adalah seseorang yang mengadoni tepung
untuk para jamaah haji yang dicampur dengan minyak samin lalu dimakan oleh para
jamaah haji. Tatkala dia mati, orang-orang i’tikaf di kuburnya lalu mereka
menjadikannya sebagai berhala.” (Qaulul Mufid, 1/253)
Metode Penyesatan
Setan Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Termasuk dari tipu daya setan
yang telah menimpa mayoritas orang sehingga tidak ada seorangpun yang
selamat-kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah- yaitu “Apa-apa yang
telah dibisikkan para setan kepada wali-walinya berupa fitnah kuburan.”
(Ighatsatul Lahfan, 1/182) Yang mengawali terjadinya fitnah besar ini adalah
kaum Nabi Nuh 'alaihissalam sebagaimana telah diberitakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala tentang mereka: قَالَ نُوْحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي
وَاتَّبَعُوْا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلاَّ خَسَارًا وَمَكَرُوْا
مَكْرًا كُبَّارًا وَقَالُوْا لاَ تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدًّا
وَلاَ سُوَاعًا وَلاَ يَغُوْثَ وَيَعًوْقَ وَنَسْرًا وَقَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا
وَلاَ تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ ضَلاَلاً “Nuh berkata: Ya Rabbku,
sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang
harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan
melakukan tipu daya yang amat besar. Dan mereka berkata jangan sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Yauq dan Nasr.
Dan sesungguhnya mereka menyesatkan kebanyakan manusia. Dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.” (Nuh:
21-24) Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma dalam riwayat Al-Bukhari menyatakan:
“Mereka adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh 'alaihissalam. Ketika
orang-orang shalih itu mati, tampillah setan menyampaikan kepada orang-orang
agar mendirikan di majelis-majelis mereka gambar orang-orang shalih tersebut dan
namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut dan
belum disembah, sampai ketika mereka meninggal dan ilmu semakin dilupakan, maka
gambar-gambar itu pun disembah.” Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan: “Bukan
hanya satu ulama salaf yang mengatakan: ‘Mereka adalah orang-orang shalih dari
kaum Nuh. Tatkala mereka meninggal, orang-orang i’tikaf di kubur-kubur mereka
lalu membuat patung-patung tersebut hingga masa yang sangat panjang, lalu
menjadi sesembahan.” Kemudian beliau mengatakan: “Mereka telah menghimpun dua
fitnah yaitu fitnah kubur dan fitnah menggambar.” (Ighatsatul Lahfan,
1/184) Tahapan dan metode penyesatan Iblis dan tentara-tentaranya terhadap
penyembah kubur sebagai berikut: Tahapan pertama, Bahwa membangun kuburan,
i’tikaf di sampingnya termasuk wujud kecintaan kepada para nabi dan orang-orang
shalih serta berdoa di sisinya cepat diterima. Tahapan kedua, tawassul dalam
berdoa dan bersumpah dengan penghuni kubur tersebut. Tahapan ketiga, berdoa
dan menyembah kepadanya. Tahapan keempat, menyeru orang untuk berdoa dan
beribadah kepadanya dan menjadikannya sebagai tempat untuk merayakan hari
raya. Tahapan kelima, membela dan berjihad dalam membela perbuatan tersebut
terhadap setiap orang yang mengingkari perbuatannya dan menganggap bahwa orang
yang mengingkari perbuatan tersebut tidak memiliki kehormatan dan kedudukan.
(lihat secara ringkas Ighatsatul Lahfan, 1/231) Demikianlah sepak terjang
Iblis dan tentara-tentaranya dalam menyusun metode penyesatan setiap insan
dengan memulai dari yang paling kecil menuju yang paling besar. Program yang
mereka canangkan dan jaringan yang mereka siapkan telah memakan banyak korban.
Semoga Allah melindungi kita darinya.
Haramnya Membangun
Kubur Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam kitab beliau yang berjudul
Tahdzir As-Sajid (hal. 9-20) membawakan hadits-hadits yang semuanya melarang
membuat bangunan di atas kuburan. Di antara hadits tersebut antara lain: 1.
Hadits ‘Aisyah radhiallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda ketika di ranjang menjelang wafat beliau: لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ
وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ “Allah melaknat
orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka
sebagai sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, 198 dan 8/114, Muslim,
2/67, Abu ‘Awanah, 1/399, Ahmad, 6/80, 121, 255 dan lainnya) Hadits yang
semakna dengan hadits di atas diriwayatkan dari banyak shahabat, di antaranya
dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (2/422) dan Al-Imam
Muslim (2/71), dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Bukhari (1/422, 6/386, dan 8/116) dan Al-Imam Muslim (2/67), dari
Jundub bin Abdullah Al-Bajali, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (2/67-68), dari
Harits An-Najrani dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan sanadnya shahih di atas
syarat Muslim, dari Usamah bin Zaid diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi di dalam
Musnad-nya (2/113) dan Ahmad (5/204), dari Abu ‘Ubaidah ibnul Jarrah dikeluarkan
oleh Al-Imam Ahmad (no. 1691, 1694), Ath-Thahawi di dalam Musykilul Atsar
(4/13), Abu Ya’la (1/57) dan selainnya. Juga dari Zaid bin Tsabit diriwayatkan
oleh Al-Imam Ahmad (5/184, 185), dari Abdullah bin Mas’ud diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah (1/92/2), Ibnu Hibban (no. 340 dan 341) dan selainnya. Dari ‘Ali bin
Abi Thalib dikeluarkan oleh Ibnu Sa’d dan Ibnu ‘Asakir, dan dari Abu Bakar
diriwayatkan oleh Ibnu Zanjawaih (lihat Tahdzir As-Sajid secara rinci, halaman
9-20). 2. Hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma: نَهَى رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ
عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan di
atasnya.” (HR. Muslim, 3/62, Ibnu Abi Syaibah 4/134, At-Tirmidzi 2/155,
dishahihkan oleh Al-Imam Ahmad, 3/339 dan 399). Hadits yang semakna datang
dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu diriwayatkan oleh Abu Ya’la
di dalam Musnad-nya (2/66). Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitab Tahdzir As-Sajid
(hal. 22) mengatakan: “Sanadnya shahih.” Al-Haitsami (3/61) mengatakan: “Semua
rawinya terpercaya.” Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan: “Maka
jelaslah dari hadits-hadits yang telah lewat tentang bahaya menjadikan kuburan
sebagai masjid-masjid dan akibat bagi orang-orang yang berbuat demikian berupa
ancaman yang pedih dari sisi Allah.” (Tahdzir As-Sajid, hal. 21) Kemudian
beliau berkata: “Keumuman hadits (Jabir bin Abdullah radhiallahu
'anhuma)mencakup pembangunan masjid di atas kubur, sebagaimana pula mencakup
pembangunan kubah di atasnya. Dan tentunya yang pertama (membangun masjid di
atas kubur) larangannya lebih keras sebagaimana telah jelas.” (Tahdzir
As-Sajid, hal. 21). Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Hadits
ini (yakni hadits ‘Aisyah radhiallahu 'anha) menunjukkan haramnya membangun
masjid di atas kubur-kubur orang shalih dan menggambar mereka di dalam masjid
tersebut, sebagaimana dilakukan orang-orang Nashrani dan tidak ada keraguan
bahwa masing-masing dari keduanya adalah haram. Menggambar anak Adam adalah
haram dan membangun masjid di atas kuburan juga diharamkan sebagaimana
ditunjukkan oleh nash-nash lain dan akan datang penyebutan
sebagiannya.” Beliau (Ibnu Rajab rahimahullah) selanjutnya berkata:
“Gambar-gambar yang ada di banyak gereja yang disebutkan oleh Ummu Habibah dan
Ummu Salamah berada di dinding dan tidak berdimensi. Maka menggambar para nabi
dan orang shalih untuk bertabarruk dengannya dan meminta syafaat kepadanya
adalah diharamkan dalam agama Islam dan termasuk bentuk peribadatan kepada
berhala. Inilah yang telah diberitakan oleh Rasulullah bahwa pelakunya termasuk
makhluk terjahat pada hari kiamat. Membuat gambar (nabi dan orang shalih) dengan
tujuan ketika melihat gambar tersebut bisa mengambil contoh atau untuk
mensucikan diri dengan cara seperti itu atau untuk sesuatu yang tidak ada
manfaatnya adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar. Pelakunya
termasuk orang yang mendapat adzab paling keras pada hari kiamat. Ia telah
melakukan kezaliman dan menyerupai perbuatan-perbuatan Allah yang para
makhluk-Nya tidak sanggup untuk melakukan. Tidak ada sesuatupun yang menyerupai
Allah baik pada Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan
perbuatan-perbuatan-Nya.” (Tahdzir As-Sajid, hal. 13-14)
Makna
Menjadikan Kuburan sebagai Masjid Menjadikan kuburan sebagai masjid memiliki
tiga makna: 1. Shalat di atas kuburan, artinya sujud di atasnya. 2. Sujud
menghadap kepadanya dan menjadikannya sebagai kiblat di dalam shalat dan
berdoa. 3. Membangun masjid di atasnya dan berniat untuk melaksanakan shalat
padanya. (Tahdzir As-Sajid, hal. 21) Wallahu a’lam bish
shawab.
(bersambung)
1Sebagaimana doa Nabi Ibrahim
'alaihissalam: وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ اْلأَصْنَامَ (إبراهيم :
35)
“Dan jauhkan diriku dan anakku dari menyembah patung-patung.”
(Ibrahim: 35) http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=195
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar