Sabtu, 27 Agustus 2011

Nasehat Berharga Kepada Setiap Pedagang



Nasehat Berharga Kepada Setiap Pedagang

Alhamdulillah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya. Saya bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu baginya dan saya juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Shalawat dan salam yang berlimpah atas beliau dan atas seluruh pengikut beliau. Amma ba’du:

Sesungguhnya mencari harta adalah perkara yang disyariatkan. Rabb kita -Azza wa Jalla- berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali-Imran: 14) 


Dan Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian.” (An-Nisaa`: 29)[1]

Maka pada ayat-ayat ini, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menjelaskan disyariatkannya mencari harta. Hanya saja dalam pelaksanaanya harus memperhatikan beberapa perkara. Di antara perkara terpenting yang wajib untuk diperhatikan adalah:


Hendaknya harta diperoleh dari jalan yang halal.

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (Al-Baqarah: 172)

Mencari harta yang halal, di dalamnya terdapat berkah. Dalam Ash-Shahihain dari hadits Hakim bin Hizam t, bahwa Nabi  bersabda:

اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Penjual dan pembeli masih boleh melakukan khiyar sepanjang keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (aib masing-masing), maka akan transaksi jual beli mereka akan diberkahi untuk mereka berdua. Tapi jika keduanya berdusta dan menutupi (aib barang), maka berkah transaksi jual beli mereka berdua akan dihapuskan.”

Rabb kita -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (Al-A’raf: 96)

Setiap orang yang berilmu dan mengetahui tidak akan ragu bahwa firman Allah, “Beriman dan bertakwa,” mencakup dalam hal mencari rezeki dan mencakup seluruh aktifitas kehidupan. Maka barangsiapa yang beriman dan bertakwa kepada Allah dalam caranya mencari rezeki, serta pada apa (harta) yang dia datangi atau yang dia tinggalkan, maka Allah akan memberkahi kehidupannya, rezekinya, keluarganya, hartanya, agamanya, dan dunianya.

Sesungguhnya mencari harta yang halal termasuk di antara sebab terkabulkannya doa di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sementara harta yang haram termasuk di antara sebab ditolaknya doa. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits Abu Hurairah t beliau berkata, Rasulullah  bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ: ﴿يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ﴾ [المؤمنون:51]، وَقَالَ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ﴾ [البقرة:172]، ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mukminin dengan apa yang Dia telah perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman, “Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan beramal salehlah, sesungguhnya Saya Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat.” (Al-Mukminun: 51) dan Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rezekikan kepada kalian.” (Al-Baqarah: 172) Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang tengah mengadakan perjalanan jauh, rambutnya acak-acakan, dan kakinya berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku,” sementara makanannya adalah haram, minumannya adalah haram, pakaiannya adalah haram, dan dia diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.”

Wahai para pedagang muslim, sesungguhnya kalian (juga bisa) tertimpa penyakit, kalian butuh kepada Allah, kalian (juga bisa) merasakan kesedihan, dan apa yang menimpa manusia juga (bisa) menimpa kalian, sementara kalian sangat membutuhkan Rabbul alamin -Subhanahu wa Ta’ala- agar Dia mau mengabulkan doa kalian, bahkan dalam setiap urusan kalian.

Harta yang khabits tidak ada berkahnya, tidak pada makanan, tidak pada minuman, tidak pada pakaian, tidak mendatangkan berkah kepada anak, tidak kepada hati, dan tidak pula kepada kesehatan. Telah tsabit dalam hadits yang Imam Ahmad dan selainnya riwayatkan dari hadits Jabir bin Abdillah t bahwa Nabi  bersabda:

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ, إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ, اَلنَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, neraka lebih pantas untuknya.”

Maka jangan sampai kamu merasa senang dengan sesuatu yang haram, karena sesungguhnya dia adalah siksaan bagi pemiliknya. Rabb kita Subhanahu berfirman, “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia, dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (At-Taubah: 55)

Ini berlaku bagi orang yang kafir dan juga orang yang fajir (muslim yang berdosa), karena dia akan mendatangkan kesulitan demi kesulitan, dia tidak akan mendapatkan manfaat walaupun dia bersedekah dengannya, dan Allah tidak akan menerimanya. “Sesungguhnya Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik.”

Semua orang yang kamu beri makan dari sesuatu yang haram maka akan menanggung dosa-dosa mereka pada hari kiamat. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. ” (An-Nahl: 25)

Perkara yang kedua: Waspadalah kalian -wahai para pedagang- dari fitnah harta. Karena sesungguhnya Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka. Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya harta-harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagimu), di sisi Allah-lah pahala yang besar. ” (At-Taghabun: 14-15)

Maka harta adalah fitnah (ujian). Telah tsabit dari hadits Ka’ab bin Iyadh t, bahwa Nabi  bersabda:

لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةٌ وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ

“Setiap umat mempunyai fitnah dan fitnah umatku adalah harta.”

Juga tsabit dari hadits Ka’ab bin Malik t dari Nabi t, bahwa beliau bersabda:

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِي زَرِيْبَةِ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الشَّرَفِ وَالْمَالِ لِدِيْنِهِ

“Tidaklah dua srigala yang sedang kelaparan dan dimasukkan ke dalam kandang kambing, lebih merusak daripada merusaknya keserakahan (seseorang) terhadap kedudukan dan harta terhadap agamanya.”

Wahai sekalian muslim, waspadalah kalian dari fitnah harta. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri t bahwa Nabi  bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ, وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلَفَكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ. فَاتَّقُوْا الدُّنْيَا وَاتَّقُوْا النِّسَاءَ, فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Sesungguhnya dunia itu manis kehijau-hijauan, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian berkuasa di atasnya, lalu melihat apa yang kalian perbuat. Maka takutlah kalian terhadap (fitnah) dunia dan takutlah kalian terhadap (fitnah) wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah dalam hal wanita.”

Waspadalah dari sifat tamak, karena Allah -Azza wa Jalla- telah mengecualikan orang-orang yang saleh dari sifat takut (kehilangan dunia) ini, dan Dia menjelaskan bahwa tamak merupakan sifat orang-orang yang tidak mempunyai wara’ dan agama yang kuat, sifatnya orang-orang kafir dan pelaku maksiat dari kaum muslimin, karenanya engkau mendapati tamak sungguh telah membuat dirinya gelisah. Dalam Ash-Shahih dari hadits Ibnu Abbas t, bahwa Nabi  bersabda:

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ, أَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِيَانِ. وَلَوْ كَانَ لَهُ وَدِايَانِ أَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ ثَالِثٌ. وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ وَيَتُوْبُ اللهُ عُلُى مُنْ تَابَ

“Seandainya anak Adam mempunyai satu lembah emas, niscaya dia akan senang kalau dia mempunyai dua lembah. Seandainya dia mempunyai dua lembah, niscaya dia akan senang kalau dia mempunyai (lembah) yang ketiga. Tidak akan ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali tanah, dan Allah menerima taubat dari orang yang mau bertaubat.”

Wahai para pedagang, waspadalah dari gaya hidup bermewah-mewahan dan bersifat boros. Rabbul Izzah berfirman, “Dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta), sesungguhnya Dia (Allah) tidak mencintai orang-orang yang menghambur-hamburkan (harta).” (Al-A’raf: 31)

Jika Allah menganugrahkan harta kepada kalian maka janganlah kalian menjadikannya pada selain tempatnya, sehingga kalian meletakkan bukan pada letaknya. Karena sesungguhnya pada hari kiamat, kalian akan ditanya tentangnya, maka persiapkanlah jawaban untuk pertanyaan itu. Telah tsabit dari Ibnu Mas’ud, Abu Barzah, dan Muadz bin Jabal, dari seluruh jalan ini bahwa Nabi  bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ, وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ, وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ, وَفِيمَ أَنْفَقَهُ, وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ

“Kaki anak Adam tidak akan tergelincir (bergerak) pada hari kiamat dari sisi Rabbnya, sampai dia ditanya tentang lima perkara: Tentang umurnya, dimana dia menghabiskannya. Tentang masa mudanya, kemana dia mengusangkannya. Tentang hartanya, darimana dia mendapatkannya dan kemana dia menginfakkannya (mengeluarkannya). Apa yang dia telah amalkan dari apa yang dia ketahui.”

Rabb kita berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu), dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. ” (At-Takatsur: 1-4) sampai firman-Nya, “Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur: 8)

Ini jika kenikmatannya berasal dari yang halal, maka bagaimana kiranya jika dia berasal dari yang haram? Bagaimana kiranya jika dia berasal dari kecurangan? Bagaimana kiranya jika dia berasal dari hasil menjual khamar? Bagaimana kiranya jika dia berasal dari hasil riba? Ini adalah termasuk di antara dosa-dosa besar!

Kebanyakan pedagang menganggap hartanya yang dia simpan di bank-bank ribawi (konvensional) akan mendatangkan keuntungan baginya. Demi Allah, janganlah kalian bergembira dengan harta ini, karena sungguh kalian telah menantang perang Rabbul alamin. Allah Subhanahu berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian. Kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 278-279)

Riba adalah kerugian yang berlipat-lipat, bukan keuntungan sama sekali. Telah tsabit dari Nabi  bahwa beliau bersabda:

مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ

“Tidak ada seorang pun yang memperbanyak melakukan riba, kecuali urusannya akan berakhir kepada nilai yang sedikit.”

Wahai para pedagang, sesungguhnya kalian akan marah dan bersedih jika kalian mengalami kerugian sekecil apapun dalam harta kalian yang akan sirna ini. Ketahuilah, sesungguhnya kerugian di akhirat itu jauh lebih parah dan lebih besar. Dengarkanlah ayat yang agung ini, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian. Lalu dia berkata, “Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Munafiqun: 9-11)

Sesungguhnya kalian wahai para pedagang! Kalian pasti akan meninggalkan harta-harta ini menuju kuburan dari tanah, jauh dari tempat-tempat tinggal yang menjulang tinggi, kendaraan-kendaraan yang indah, teman-teman dekat, dan orang-orang yang dicintai.Asy-Syaikhan telah meriwayatkan dalam Shahih keduanya dari hadits Anas bin Malik t, bahwa Nabi  bersabda:

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ: يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ

“Ada tiga perkara yang mengikuti mayat (ke kuburan): Keluarganya, hartanya, dan amalannya. Maka dua darinya akan pulang dan yang satu akan tinggal: Keluarga dan hartanya akan pulang dan amalannya yang akan tinggal.”

Orang-orang yang hidup bermewah-mewahan inilah yang merupakan sebab hancurnya negara. Allah -Azza wa Jalla- jika hendak menghancurkan sebuah kampung, Dia akan memerintahkan orang-orang yang hidup mewah (dengan perintah kauni, pent.) untuk berbuat kerusakan di dalam negeri tersebut, kemudian Allah akan membinasakannya dengan sebab perbuatan mereka. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu, maka mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Rabbmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hambaNya. Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang dia adalah seorang mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (Al-Isra`: 16-19)

Nasehat berikutnya: Waspadalah kalian jangan sampai berbuat kerusakan di muka bumi, karena kemewahan biasanya akan melahirkan kerusakan. Sebagian penyair berkata:إِنَّ الشَّبَابَ وَالْفَرَاغَ وَالْجِدَّةَ


مُفْسِدَةٌ لِلْمَرْءِ أَيَّ مَفْسَدَةٍ






“Sesungguhnya masa muda, waktu luang, dan kesehatan, bisa merusak seseorang dengan kerusakan yang sangat parah.”

Tidak ada di antara kalian, tidak pula dari anak-anak kalian, tidak dengan sebab harta-harta kalian, dan tidak ada seorang pun makhluk yang Allah ciptakan yang mencintai kerusakan. Allah mengharamkan kerusakan dan mengancam orang-orang yang berbuat kerusakan dengan kebinasaan, sebagaimana Dia telah membinasakan orang-orang yang berbuat kerusakan sebelum mereka. Allah Subhanahu berfirman, “Dan adalah di kota itu, ada sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan. Mereka berkata, “Bersumpahlah kalian dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada pewarisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar.” Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah bagaimana sesungguhnya akibat makar mereka itu, bahwasanya Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya. Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan kezhaliman mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang mengetahui.” (An-Naml: 48-52)

Perhatikanlah oleh kalian wahai para pedagang, bagaimana Allah membinasakan orang-orang yang berbuat kerusakan sebelum kalian. Allah Subhanahu berfirman, “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidaklah menzhalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzhalimi diri mereka sendiri.” (Al-Ankabut: 40)

Melihat sangat tersebar luasnya masalah ini (perdagangan), maka wajib untuk lebih memfokuskan perhatian kepada para pelaku perdagangan. Maka kami saling berwasiat kepada saudara-saudara kami para pedagang muslim dengan perkara-perkara yang penting bagi mereka:

Pertama: Wajib atas mereka untuk mempelajari hukum-hukum perdagangan sesuai dengan kemampuan mereka. Nabi  bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.”

Hadits ini dengan seluruh pendukungnya bisa dijadikan sebagai hujjah.

Allah menciptakan para hamba untuk beribadah kepada-Nya, Dia tidak menciptakan mereka untuk menjadi hamba-hamba dirham (uang perak). Nabi  bersabda:

تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ، تَعِسَ وَانْتُكِسَ، وَإِنْ شِيْكَ فَلاَ انْتُقِشَ

“Celaka hamba dirham, celakalah hamba dinar (uang emas), celakalah hamba al-khamishah, celakalah hamba al-khamilah. Celakalah dia dan bertambah celakalah dia, jika dia tertusuk duri maka tidak ada yang sanggup untuk mrngrluarkannya.”

Janganlah kamu menjadi hamba dinar, akan tetapi jadikanlah dinar dan dirham itu agar bisa diarahkan menuju ketaatan kepada Allah, jadilah kamu hamba Allah.

Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15-16)

Kami mewasiatkan kepada kalian untuk bersifat qona’ah (merasa cukup). Jika kalian menginginkan kekayaan dan keberuntungan, maka merasa cukuplah dengan apa yang Allah berikan kepada kalian berupa yang halal, dan waspadalah kalian dari sifat tamak terhadap dunia. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash t, bahwa Nabi  bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافاً، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

“Telah beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang mencukupi, dan Allah membuat dia merasa cukup dengan apa yang Dia berikan kepadanya.”

Tidak ada kekayaan kecuali kekayaan orang yang Allah jaga kehormatannya.

Nabi  bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ، وَلَكَنَّ الْغِنَاءَ عِنَى النَّفْسِ

“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan (yang hakiki) itu adalah kecukupan di dalam hati.” Keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) meriwayatkannya dari hadits Abu Hurairah t.

Maka keadaan seorang mukmin adalah jika Allah memberikan kebaikan kepadanya, maka dia akan bertambah tawadhu’ dan tenang. Sementara keadaan orang kafir adalah dia hanya makan dan bersenang-senang bagaikan binatang. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)

Wajib atas kalian untuk bersifat pemurah dalam jual beli. Telah tsabit dalam Shahih Al-Bukhari dari hadits Jabir t, bahwa Nabi  bersabda:

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً سَمْحاً إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى

“Allah merahmati seseorang yang bersifat pemurah saat menjual, saat membeli, dan saat memutuskan (hukum).”

Dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi  bersabda:

كَانَ تَاجِرٌ يَدَانُ النَّاسَ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا, قَالَ لِفَتَاهُ: تَجَاوَزْ عَنْهُ, لَعَلَّ اللهَ يَتَجَاوَزُ عَنَّا، فَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهُ

“Ada seorang pedagang yang meminjamkan uang kepada orang lain. Jika dia melihat ada orang yang kesulitan membayar, dia akan berkata kepada pembantunya, “Anggaplah utangnya lunas, semoga Allah berkenan memaafkan dosa-dosa kita,” maka Allah pun memaafkan dosa-dosanya.”

Kami mewasiatkan kepada kalian untuk bersikap jujur dan amanah. Telah warid dalam hadits Abu SaidAl-Khudri t, bahwa Nabi  bersabda:

اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الْأَمِيْنُ، مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ

“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama dengan para nabi dan orang-orang yang jujur (di surga).”

Dengan menganggap hadits ini shahih, maka maknanya diarahkan kepada pedagang yang mengarahkan barang jualannya dalam ketaatan kepada Allah.

Hendaknya setiap pedagang mengetahui bahwa bersumpah dalam jual beli merupakan di antara sebab terhapuskannya berkah jual beli dan sebab kebencian Allah kepada pelakunya. Dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah t dia berkata, Rasulullah  bersabda:

الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ

“Sumpah itu melariskan dagangan akan tetapi menghapuskan berkah.”

Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari hadits Abu Qatadah Al-Anshari t, bahwa dia mendengar Rasulullah  bersabda:

إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ

“Waspadalah kalian dari perbuatan terlalu banyak bersumpah dalam jual beli, karena itu bisa melariskan kemudian akan menghabiskan.”

Kemudian, apa yang terjadi berupa bercanda dalam bersumpah dan tanpa ada maksud kesengajaan, maka kaffarah (penghapus dosa) dari hal itu adalah dengan bersedekah. Berdasarkan hadits Qais bin Abi Gharazah dia berkata, Rasulullah  bersabda:

يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلْفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ

“Wahai sekalian pedagang, sesungguhnya di dalam jual beli itu terdapat permainan dan sumpah, maka bersihkanlah dia dengan cara bersedekah.” HR. Abu Daud, dan ini adalah hadits yang shahih.

Jauhilah jual beli yang diharamkan berupa an-najasy[2], karena sungguh Nabi  telah bersabda:

وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ

“Janganlah kalian berbuat najasy, janganlah kalian saling menjauhi, dan janganlah sebagian dari kalian membeli apa yang telah dibeli oleh sebagian lainnya.”

Juga berupa jual beli gharar[3], karena Nabi  telah melarang dari jual beli gharar. Jual beli gharar ada banyak bentuk, sehingga ini menuntut kamu untuk mempelajari agama Allah, karena jual beli yang diharamkan termasuk bentuk kerusakan di muka bumi.

Wahai sekalian pedagang, sesungguhnya kami -demi Allah- mengkhawatirkan kalian dari (memikul) dosa-dosa karena bekerja sama dalam dosa dan permusuhan, serta dosa-dosa karena menyebarkan kerusakan, sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya. Hal itu dengan cara kalian mengimport barang-barang dagangan yang diharamkan, berupa pakaian, makanan, dan minuman. Atau kalian tidak memperhatikan harta yang masuk dan harta yang keluar, serta tidak memperhatikan perang pemikiran yang menyerang generasi kaum muslimin, yang masuk ke dalam negeri-negeri kaum muslimin melalui perantaraan kalian, semoga Allah memberikan hidayah kepada kalian.

Bertakwalah kalian kepada Allah, bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat terhadap semua yang kalian datangkan dan semua yang kalian tinggalkan.

Ini adalah pelajaran bagi yang menghendaki pelajaran, dan peringatan bagi yang menghendaki peringatan, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qaf: 37)

Allah Ta’ala berfirman, “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.” (Al-A’la: 9-11)

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dia lah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. Maka sesungguhnya untuk orang-orang yang zhalim itu ada bahagian (siksa) seperti bahagian teman-teman mereka (dahulu), maka janganlah mereka meminta kepada-Ku menyegerakannya. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang kafir pada hari yang diancamkan kepada mereka. ” (Adz-Dzariyat: 55-60)

Kami mengharapkan apa yang telah kami paparkan ini sudah mencukupi bagi siapa yang Allah menghendaki dia mendapatkan hidayah.

Subhanakallahumma wabihamdik, laa ilaha illa anta, astaghfirullaha wa atubu ilaih.


[Diringkas dari risalah Nashihah li At-Tujjar oleh Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri -hafizhahullah-]
[1] Yakni: Janganlah kalian melakukan sebab-sebab yang diharamkan dalam mencari harta. Akan tetapi perdagangan yang sejalan dengan syariat yang berlangsung karena adanya keridhoan dari pihak penjual dan pembeli, maka lakukanlah dan leksanakanlah sebab dengannya untuk mendapatkan harta.


[2] An-Najasy adalah permintaan untuk menaikkan harga tanpa ada niat untuk membeli barang tersebut. Praktek ini sering dijumpai dalam acara pelelangan barang-barang, pent.

[3] Gharar adalah bentuk transaksi jual beli yang terdapat unsur ketidakjelasan di dalamnya, pent.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar