NASEHAT UNTUK
ORGANISASI MUHAMMADIYYAH ( REVISI )
Penulis: Al Ustadz Abu Abdillah
Muhammad Yahya
Surabaya - Penggunaan teropong canggih untuk melihat
hilal dinilai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Prof Syafiq
Mughni sah-sah saja. Namun, Rukyat tidak bisa hanya ditentukan dengan melihat
hilal baik menggunakan mata telanjang maupun teropong digital.
Penentuan
hilal dengan mata telanjang dilakukan karena belum berkembangnya ilmu
pengetahuan. “Itu dulu waktu jaman Nabi Muhammad melihat dengan mata telanjang,”
ujar Mughni saat dihubungi detiksurabaya.com, Kamis (6/9/2007)
Segala
puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepada umat Islam assunnah dan isnad.
Dan yang telah meninggikan derajat ulama hadits di setiap zaman dan tempat. Dan
yang telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dengan sambungan riwayat. Dan
yang telah membaguskan dan membuat indah wajah-wajah para muhaddits dan para
periwayat. Yaitu orang-orang yang berjalan dan mengajak manusia untuk menempuh
jalan yang penuh petunjuk lagi selamat.Kami memohon perlindungan dan ampunan
kepada Allah dari kejelekan perbuatan jiwa dan dosa-dosa yang berkarat.
Barangsiapa yang diberi petunjuk-Nya, niscaya tidak ada yang bisa membuatnya
sesat.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan keharibaan Muhammad bin
Abdillah shalallahu ‘alaihi wasallam yang diutus untuk menghapus seluruh
syariat. Kemudian mengemban syariat Islam yang mulia dan terhormat. Dan yang
dijadikan sebagai penutup para Nabi sampai hari kiamat. Dan semoga shalawat dan
salam dilimpahkan pula kepada keluarga, para Sahabat dan pengikutnya sampai
datangnya yaumut-tanad.
Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk
diibadahi selain Allah Al Ahad Ash-Shamad. Dan saya bersaksi bahwa tidak ada
yang berhak untuk diikuti selain Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam.
Amma ba’du :
Sesungguhnya agama ini adalah wahyu dari
Allah azza wa jalla. Dan didapat dengan cara talaqqi dan isnad. Bukan dengan
otodidak dan kreatifitas. Barangsiapa menyangkanya demikian, maka dia telah
menjauhkan dirinya dari petunjuk sejauh-jauhnya.
Adalah Nabi shalallahu
‘alihi wasallam telah membacakan Al Qur’an kepada para Sahabat radhiyallahu
‘anhum, lalu mereka membacanya dihadapan Nabi. shalallahu ‘alihi wasallam. Dan
para Shahabat membacakannya kepada para Tabi’in, lalu mereka membacanya
dihadapan para Shahabat dan seterusnya. Demikianlah silsilah agama ini. Para
Ulama dari dulu hingga sekarang telah menjalaninya sebagai standar baku untuk
mendapatkan ilmu agama.
Demikian pula ucapan, perbuatan dan persetujuan
Nabi shalallahu ‘alihi wasallam adalah bagian dari wahyu dan ilham. Orang-orang
yang adil, shalih dan terpercaya sebelum kita telah menukilnya dan
menyampaikannya kepada kita tanpa bias sedikitpun, baik pengurangan atau
penambahan maupun kerancuan atau kesamaran. Bahkan dengan sangat jelas dan
gamblang.
Hanya para pembaca kitab-kitab hadits dan mereka yang duduk
bersimpuh untuk belajar dan mengambil faidah dari para Ulama yang mengetahui
tingginya kedudukan As-Sunnah dan ilmu periwayatan yang disertai usaha maksimal
untuk mendapatkan validitas dan kemurnian redaksi dan isnadnya.
Al Imam
Abdullah bin Mubarak berkata :
الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ. وَلَوْلاَ
الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ.
Artinya: isnad adalah bagian
dari agama. Dan jika tanpa isnad, niscaya siapapun bebas berbicara seenaknya
(tentang agama ini). Muqaddimah Shahih Muslim
Pembaca yang budiman,
terdapat berita sebagai berikut
Muhammadiyah: Teropong Digital Bisa Atasi
Awan
Imam Wahyudiyanta - detikcom
Surabaya - Penggunaan teropong
canggih untuk melihat hilal dinilai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Jawa Timur Prof Syafiq Mughni sah-sah saja. Namun, Rukyat tidak bisa hanya
ditentukan dengan melihat hilal baik menggunakan mata telanjang maupun teropong
digital.
Penentuan hilal dengan mata telanjang dilakukan karena belum
berkembangnya ilmu pengetahuan. “Itu dulu waktu jaman Nabi Muhammad melihat
dengan mata telanjang,” ujar Mughni saat dihubungi detiksurabaya.com, Kamis
(6/9/2007)
Seiring berkembangnya waktu, kata Mughni, ilmu hisab
(perhitungan) dan falak (perbintangan) semakin maju dan berkembang. Nah, dengan
bertambah akuratnya kedua ilmu itulah penentuan hari awal puasa bisa
ditetapkan.
Namun, kata Mughni, sah-sah saja jika menggunakan alat
teknologi canggih. Sebab melihat bulan dengan mata telanjang belum bisa menjamin
penentuan rukyat. “Bisa saja awan menghalangi pandangan mata terhadap bulan,”
katanya. (iwd/mar)
Pembaca yang budiman, mari kita bandingkan pernyataan
ini dengan keterangan dan penjelasan berikut :
Saya berkata dengan
mengharap taufiq dari Allah :
حَدَّثَنِيْ شَيْخُنَا الوَالِد الشَّيْخُ
المُحَدِّثُ الحَافِظُ المُعَمَّرُ الفَقِيْهُ أَحْمَدُ بنُ يَحْيَى بنِ مُحَمَّد
شَبِيْر النَّجْمِيُّ آل شَبِيْر الأَثَرِيُّ –حفظه الله -
عَنْ مُحَمَّد
خَيْرِ الحَجِّيِّ عَنْ أَمَةِ اللهِ الدَّهْلَوِيَّةِ عَنْ أَبِيْهاَ عَبْدِ
الغَنِيِّ الدَّهْلَوِيِّ المَدَنِيِّ عَنْ مُحَمَّد عَابِدِ السِّنْدِيِّ,
(ح) وَعَنْ مُحَمَّدِ بنِ عَبدِ الرَّحْمَنِ بنِ إِسْحَاقَ آلُ الشَّيْخِ
عَن سَعْدِ بنِ حَمَدِ بنِ عَتِيْقٍ عَنْ صَدِّيْق حَسَن خَان القَنُوْجِيِّ عَن
عَبْدِ الحَقِّ بنِ فَضْلِ اللهِ العُثْمَانِيِّ,
كِلاَهُمَا عَنْ عَبْدِ
اللهِ بنِ مُحَمَّدِ بنِ إِسْمَاعِيلَ الأَمِيرِ عَنْ أَبِيْهِ مُحَمَّدِ بنِ
إِسْمَاعِيلَ الأَمِيْرِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عَبدِ اللهِ بنِ سَالِمِ البَصْرِيِّ
المَكِّيِّ عَن إِبْرَاهِيْمَ الكَوْرَانِيِّ عَنْ سُلْطَانِ المُزَاحِيِّ عَن
النُّوْرِ الزِّيَادِيِّ عَن الشَّمْسِ مُحَمَّدِ الرَّمْلِيِّ عَن زَكَرِيَّا
الأَنْصَارِيِّ عَنِ العِزِّ بنِ الفُرَاتِ عَن عُمَرَ ابنِ أميلة عَنِ ابنِ
البُخَارِيِّ عَنِ الإِمَامِ الحَافِظِ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبدِ الغَنِيِّ بنِ عَبدِ
الوَاحِدِ المَقْدِسِيِّ-رحمه الله- صَاحِبِ عُمْدَةِ الأَحْكَامِ, أَنَّهُ قَالَ
:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : ((إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا
رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْـدُرُوْا
لَهُ)).
Telah menyampaikan kepada saya Syaikhuna As-Syaikh Al Muhaddits
Al Hafizh Al Faqih Mufti Kerajaan Saudi Arabia Bagian Selatan, Ahmad bin Yahya
bin Muhammad Syabir An-Najmi Alu Syabir Al Atsari Hafizhahullah dengan sanad
yang bersambung sampai kepada Al Imam Al Hafizh Abu Muhammad Abdul Ghani bin
Abdul Wahid Al Maqdisi rahimahullah, beliau berkata dalam kitabnya Umdatul Ahkam
:
Dari Abdullah bin Umar Radhiyalahu ‘anhuma, beliau berkata: Saya
mendengar Rasulullah bersabda :
“Apabila kalian melihatnya, maka
berpuasalah. Dan apabila kalian melihatnya, maka berbukalah. Jika penglihatan
kalian terhalang, maka sempurnakanlah 30 hari.”
Syaikhuna Ahmad An-Najmi
hafizhahullah berkata :
Tema Hadits:
Yang mewajibkan puasa
Ramadhan dan yang mewajibkan berbuka darinya serta hukumnya saat terjadi
kesamaran.
Kosa Kata:
(إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ) : Kata ganti hu
kembali kepada hilal. Dan wawu al jama’ah terarah kepada seluruh kaum
muslimin.
(فَصُوْمُوْا) : Kalimat ini sebagai jawab syarth wa jaza dari
kata idza. Dan yang serupa dengan kalimat ini adalah sabda Nabi: (وَإِذَا
رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا)
(فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ) : Yaitu jika
penglihatan kalian terhalang oleh debu yang pekat atau
mendung.
(فَاقْـدُرُوْا لَهُ) : Yaitu sempurnakanlah 30
hari.
Makna Umum :
Nabi memerintahkan umatnya untuk berpuasa dan
berbuka berdasarkan ru’yatul hilal. Perintah ini terarah kepada seluruh kaum
muslimin. Apabila salah seorang muslim melihatnya, maka seluruh kaum muslimin
wajib berpuasa. Dan apabila dua orang atau lebih melihatnya saat keluarnya bulan
Ramadhan dan masuknya bulan Syawal, maka seluruh kaum muslimin wajib berbuka dan
berhari raya Idul Fitri, sebagaimana petunjuk yang terdapat pada dalil-dalil
yang ada.
Fikih Hadits :
1. Dipahami darinya tentang penentuan
hukumnya dengan rukyat. Dan maksud dari rukyat adalah penglihatan mata telanjang
setiap individu umat ini. Oleh sebab itu terdapat hadits dari Nabi bahwa beliau
bersabda :
((إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ,
الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا …ألخ)) (1).
Artinya: “Sesungguhnya kami
adalah umat yang ummi, tidak bisa menulis dan berhitung. Satu bulan demikian dan
demikian…dst”.
Sabda Nabi (إِنَّا أُمَّّةٌ أُمِّيًّةٌ) menunjukkan
pengingkaran terhadap penyebutan sebagian orang untuk bersandar kepada
perhitungan bintang-bintang dan kedudukannya serta yang semisal
dengannya.
2. Dipahami dari sabda Nabi (إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ) bahwa
standarnya adalah penglihatan mata telanjang. Bukan bersandar pada penggunaan
teropong bintang dan teropong digital serta teknologi canggih apapun. Perintah
ini terarah kepada seluruh umat. Apa yang dikenal pada zaman tersebut sebagai
cara untuk melihat hilal, maka itulah standar hukum syar’inya.
3.
Dipahami dari sabda Nabi (فَصُوْمُوْا) yang merupakan jawaban dari syarat
sebelumnya, bahwa rukyat dengan mata telanjanglah yang mewajibkan untuk
berpuasa.
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang persaksian yang mewajibkan
puasa.
Terdapat hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyalahu ‘anhuma beliau
berkata :
جَاءَ أَعْراَبِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ
الهِلاَلَ. قَالَ : أَتَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ؟ أَتَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ. قَالَ : يَا بِلاَلُ, أَذِّنْ فِي
النَّاسِ أَنْ يَصُوْمُوْا غَداً. (2)
Artinya: Seorang Arab Badui datang
kepada Nabi, kemudian berkata: “Sesungguhnya saya telah melihat
hilal.”
Nabi bertanya: “Apakah anda bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
untuk diibadahi selain Allah? Apakah anda bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah?” Dia menjawab: “Ya”.
Nabi bersabda: “Wahai Bilal, umumkan kepada
manusia agar berpuasa besok”.
Terdapat juga hadits bahwa keluarnya bulan
harus dipersaksikan oleh dua orang (3).
Sedangkan standar saksi untuk
masuknya bulan Ramadhan atau masuknya bulan Syawal adalah cukuplah dia sebagai
seorang muslim.
4. Sabda Nabi, (وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا)
yaitu apabila kalian melihat bulan Syawal, maka berbukalah. Dipahami darinya
bahwa rukyat atau menyempurnakan bilangan bulan 30 hari adalah standar untuk
berbuka.
5. Terdapat perbedaan dalam memahami sabda Nabi (صُوْمُوْا) dan
(أَفْطِرُوْا) yang menunjukkan bahwa perintah tersebut terarah kepada seluruh
umat. Apakah rukyat satu orang cukup untuk seluruhnya atau masing-masing kaum
dengan rukyat mereka sendiri-sendiri.
Oleh sebab itu para Ulama berbeda
pendapat: Apakah rukyat satu orang berlaku untuk seluruh kaum muslimin atau
tidak berlaku kecuali kepada penduduk negerinya dan negara sekitarnya
?
Diantara para Ulama ada yang berpendapat bahwa rukyat satu orang
berlaku untuk seluruh kaum muslimin. Mereka berdalil bahwa manusia di zaman Nabi
dan Khulafa Ar-Rasyidin tidak mengenal rukyat setiap kaum berlaku bagi mereka
sendiri. Bahkan yang tampak bahwa rukyat satu orang berlaku untuk seluruh kaum
muslimin.
Saya berkata: Terdapat catatan pada pendapat
ini.
Pertama: Bahwa tidak adanya penukilan tidak menunjukkan tidak
terjadinya suatu kejadian. Manusia pada zaman tersebut berkomunikasi dengan alat
komunikasi yang kuno. Sarana komunikasi seperti ini menjadikan penduduk setiap
negeri terputus hubungan dengan negeri lainnya. Maka masing-masing negeri dengan
rukyatnya untuk berpuasa dan berbuka.
Diantara buktinya adalah kisah
Kuraib ketika tampak bulan kepadanya di Damaskus. Kemudian ketika sampai di
Madinah pada akhir bulan, dia mengabarkan bahwa manusia melihat hilal pada malam
jum’at. Maka Ibnu Abbas menjawab :
أَمَّا نَحْنُ فَقَدْ رَأَيْنَاهُ
لَيْلَةَ السَّبْتِ, فَلاَ نَزَالُ نَصُوْمُ حَتَّى نَرَاهُ أَوْ نُكْمِلَ
العِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ.(4)
Artinya: “Sedangkan kami melihatnya pada malam
sabtu. Maka kami akan terus berpuasa sampai kami melihatnya atau menyempurnakan
bilangan 30 hari.”
Dengan hadits ini jelaslah bahwa rukyat tidak berlaku
kepada mereka seluruhnya.
Kedua: Pada saat itu tidak terdapat sarana
komunikasi yang dapat menyampaikan berita kepada seluruh manusia ketika hilal
terlihat.
Oleh sebab itu kami katakan: Sesungguhnya pendapat terkuat
bahwa manusia pada zaman itu berpegang dengan rukyat masing-masing negerinya
atau menyempurnakan bilangan bulan untuk berpuasa dan berbuka.
Dan yang
tampak dengan jelas menurut saya pada masalah ini dan pada zaman ini adalah:
Bahwa setiap negeri berbeda rukyatnya berdasarkan perbedaan tempat keluarnya
hilal. Oleh sebab itu, apabila hilal terlihat penduduk timur bumi, kelazimannya
akan berlaku bagi penduduk barat bumi.
Contohnya: Jika hilal terlihat di
Pakistan, maka negara-negara setelahnya yang waktu tenggelam mataharinya
belakangan, diwajibkan berpegang dengan rukyat tersebut. Sebab jika matahari
telah mendahului bulan di Pakistan, maka pasti lebih jauh matahari mendahului
bulan pada negara-negara setelahnya.
Demikian pula jika hilal terlihat di
Saudi Arabia misalnya, maka negara-negara setelahnya wajib berpuasa dan tidak
wajib bagi negara-negara sebelumnya.
Praktisnya sebagai contoh, jika
hilal terlihat di Saudi Arabia, maka wajib bagi Sudan, Mesir dan setelahnya dari
negara-negara di Afrika dan Eropa yang waktu tenggelamnya matahari belakangan
setelah Saudi Arabia untuk berpuasa. Dan tidak wajib bagi negara-negara
sebelumnya seperti Pakistan, Afghanistan, Irak, dan semisalnya.
Sebab
telah dimaklumi bahwa semakin ke barat, maka waktu tenggelamnya matahari pada
negara bagian barat bumi semakin terbelakang daripada negara bagian timur. Ini
adalah perkara jelas yang tidak diperdebatkan dan nyata keberadaannya.
Demikianlah kesimpulan pada masalah ini. Wabillahit-taufiq.
Selesai
Demikianlah, saya memohon kepada Allah untuk memberikan tambahan
ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan ikhlash dalam berkata dan berbuat.
Dan semoga penjelasan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.
Al Faqir ila
‘afwi Rabbihi
Abu Abdillah Muhammad Yahya()
17 Ramadhan 1428 H/30
September 2007 M
Desa Nijamiyah-Kab. Shamithah-Prop.
Jazan
Kerajaan Saudi Arabia
( 1 ) Al Bukhari dalam Kitab
Ash-Shaum Bab Qaul An-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (لاَ نَكْتُبُ وَلاَ
نَحْسُبُ) no 1913, Muslim dalam Kitab Ash-Shiyam Bab (وُجُوْبُ صَوْمِ رَمَضَانَ
لِرُئْيَةِ الهِلاَلِ وَالفِطْرِ لِرُئْيَةِ الهِلاَلِ) no 1080, An-Nasa ’ I dalam
Kitab Ash-Shiyam Bab (فِي كَم الشَّهْر) no 2140 dan Abu Daudِا dalam Kitab
Ash-Shiyam no 2319 Bab (الشَّهْرُ يَكُوْنُ تِسْعًا وَعِشْرِيْنَ).
( 2
) At-Tirmidzi dalam Kitab Ash-Shaum Bab (مَا جَاءَ فِي الصَّوْمِ
بِاالشَّهَادَةِ) no 691, An-Nasa ’ I dalam Kitab Ash- Shiyam Bab (قَبُوْلُ
شَهَادَتِ الرَّجُلِ الوَاحِدِ عَلَى هِلاَلِ شَهْرِ رَمَضَانَ) no 2112 dan 2113,
Abu Daud dalam Kitab Ash-Shaum Bab (شَهَادَةُ الوَاحِدِ عَلَى رُئْيَةِ هِلاَلِ
رَمَضَانَ) no 2340, Ibnu Majah dalam Kitab Ash-Shiyam Bab (مَا جَاءَ فِي
الشَّهَادَةِ عَلَى رُئْيَةِ الهِلاَلِ) no 1652 dan Ad-Darimi dalam Kitab
Ash-Shaum Bab (الشَّهَادَةُ عَلَى رُؤْيَتِ هِلاَلِ رَمَضَانَ) no 1692. Al Albani
mendha ’ ifkan hadits ini.
( 3 ) Terdapat beberapa hadits dalam masalah
ini. Diantaranya adalah :
1. Dari Rib ’ I bin Hirasy dari salah seorang
Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam , dia berkata : ( اخْتِلَفَ
النَّاسُ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ, فَقَدِمَ أَعْرَابِيَانِ فَشَهِدَا
عِنْدَ النَّبِيِّ 3 بِاللهِ لأَهَلاَّ الهِلاَل أَمْسِ عَشِيَّةً, فَأَمَرَ
رَسُوْلُ اللهِ 3 النَّاسَ أَنْ يُّفْطِرُؤْا) رواه أحمد وأبو داود و زاد (وَأَنْ
يَغْدُ وْا إِلَى مُصَلاَّهُمْ) رقم 2339.
“ Manusia berbeda pendapat
tentang hari terakhir bulan Ramadhan. Kemudian dua orang Arab Badui maju dan
bersaksi dengan bersumpah atas nama Allah dihadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bahwa keduanya telah melihat hilal kemarin petang. Maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan manusia untuk berbuka ” . HR Ahmad
dan Abu Daud. Abu Daud menambahkan : “ Dan untuk berangkat ke tanah lapang pada
pagi hari ” . No 2339.
2. Dari Abdurrahman bin Zaid bin Al Khaththab,
bahwa dia berkhuthbah di hari yang diragukan : (أَلاَ إِنِّي جَالَسْتُ
أَصْحَابَ رَسُوْلِ الله 3 وَسَاءَلْتُهُمْ, وَإِنَّهُمْ حَدَّثُوْنِي أَنَّ
رَسُوْلَ الله 3 قَالَ : صُوْ مُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ
وَانْسُكُوْا لَهَا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَتِمُّوْا ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا
فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ مُسْلِمَانِ فَصُوْمُوْا وَأَفْطِرُوْا). “ Ketahuilah
bahwa saya telah bermajlis dengan para Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam dan bertanya kepada mereka. Sesungguhnya mereka menyampaikan kepada
saya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“
Berpuasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya dan
berkurbanlah kalian karena melihatnya. Jika penglihatan kalian terhalang, maka
sempurnakanlah 30 hari. Jika dua orang muslim bersaksi, maka berpuasa dan
berbukalah ” . HR Ahmad dalam Musnad Al Kufiyin dan An-Nasa ’ I dalam Ash-Shiyam
Bab (قَبُوْلُ شَهَادَةِ الرَّجُلِ الوَاحِدِ عَلَى هِلاَلِ شَهْرِ رَمَضَانَ) no
1997. Dan tidak tersebut didalamnya : (مُسْلِمَانِ).
3. Dari Amir Makkah
Al Harits bin Hathib, dia berkata : (عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُوْلُ 3 أَنْ
نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَ
بِشَهَادَتِهِمَا) “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengamanatkan
kepada kami untuk berkurban karena melihat hilal. Jika kami tidak melihatnya
sementara ada dua orang yang adil bersaksi melihatnya, maka kami berkurban
karena persaksian keduanya ” . HR Abu Daud dalam Ash-Shiyam no 2338 dan
Ad-Daraquthni, dan dia berkata : “ Isnadnya bersambung ” . Al Albani
Rahimahullah menshahihkan ketiga hadits diatas.
( 4 ) HR Muslim dalam
Kitab Ash-Shiyam Bab (بَيَانُ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ) no 1087,
An-Nasa ’ I dalam Kitab Ash- Shiyam Bab (اخْتِلاَفُ أَهْلِ الآفَاقِ فِي
الرُّؤْيَةِ) no 2111, At-Tirmidzi dalam Kitab Ash-Shiyam Bab (مَا جَاءَ لِكُلِّ
أَهْلِ بَلَدٍ رُؤْيَتُهُمْ) no 693 dan Abu Daud dalam Kitab Ash-Shiyam Bab
(إِذَا رُئِيَ الهِلاَلُ فِي بَلَدٍ قَبْلَ الآ خَرِيْنَ بِلَيْلَةٍ) no
2332.
( 5 ) Pada tanggal 8 Ramadhan 1428 H, saya berkunjung ke rumah
mantan guru besar fakultas As-Sunnah Universitas Islam Madinah, yang mulia Prof.
Dr. Syaikh Rabi ’ bin Hadi Al Madkhali -Hafizhahullah- di Makkah Al Mukarramah.
Beliau berkata kepada saya : “ Jika engkau ganti namamu -Muhammad Cahyo- dengan
Muhammad Yahya, maka itu lebih baik. Sebab Yahya adalah nama Nabi ” . Dan hal
ini disepakati oleh Syaikhuna Ahmad An-Najmi -Hafizhahullah-. Sumber :
http://groups.yahoo.com/group/Salafi-Indonesia/
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar