Keutamaan
Menikah
|
Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman
Mubarak
Sufi, adalah salah satu kelompok sempalan tempat beragam
penyimpangan dari ajaran syariat ini berhuni. Salah satu ajaran menyimpang yang
menonjol adalah tabattul (hidup membujang). Diyakini oleh penganut sufi, dengan
“cara beragama” seperti ini, mereka lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Benarkah?
Di antara nikmat dan tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa
Ta'ala adalah disyariatkannya nikah, yang mana mendatangkan banyak maslahat dan
manfaat bagi setiap individu dan masyarakatnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata:
“Nikah termasuk nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang agung. Allah Subhanahu wa
Ta'ala syariatkan bagi hamba-Nya dan menjadikannya sebagai sarana serta jalan
menuju kemaslahatan dan manfaat yang tak terhingga.” (Dinukil dari Taudhihul
Ahkam, 4/331)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutnya dengan
lafadz perintah dalam beberapa ayat. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ
خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ
أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا
“Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kalian menikahinya), maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Namun
jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.” (An-Nisa`: 3)
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ
عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara
kalian, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya kalian yang
lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah
mampu untuk menikah hendaknya menikah, karena itu akan lebih menundukkan
pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu, hendaknya berpuasa
karena itu adalah pemutus syahwatnya.”
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata kepada Sa’id
bin Jubair rahimahullahu: “Menikahlah, karena orang terbaik di umat ini adalah
yang paling banyak istrinya.” (Dibawakan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dalam
Shahih-nya)
Bahkan para ulama menyatakan, seorang yang khawatir
terjatuh dalam zina maka dia wajib menikah. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata:
“Nikah menjadi wajib atas seorang yang khawatir terjatuh dalam zina jika
meninggalkannya. Karena, itu adalah jalan bagi dia untuk menjaga diri dari
perbuatan haram. Dalam keadaan seperti ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu berkata: “Jika seseorang telah perlu menikah dan khawatir terjatuh
dalam kenistaan jika meninggalkannya, maka harus dia dahulukan dari amalan haji
yang wajib.” (Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/258)
Seorang yang menikah dengan niat menjaga kehormatan
dijamin oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُمْ:
الْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ
الْعَفَافَ، وَالْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Tiga golongan yang Allah akan menolong mereka: budak
yang hendak menebus dirinya, seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya,
dan seorang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. An-Nasa`i, Kitabun Nikah, Bab
Ma’unatullah An-Nakih Al- Ladzi Yuridul ‘Afaf, no. 3166)
Janganlah seseorang meninggalkan pernikahan karena
mengikuti bisikan setan, dengan dibayangi kesulitan ekonomi, padahal dia telah
sangat ingin menikah serta takut terjatuh dalam maksiat. Bertawakallah dengan
disertai ikhtiar, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala menjamin orang yang
benar-benar bertawakal kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakal kepada-Nya pasti Dia akan
menjadi Pencukupnya.” (Ath-Thalaq: 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar