ZAKAT FITHRAH
Sesungguhnya
bulan bulan Ramadhan yang mulia ini akan segera pergi meninggalkan kita, dan
tidak tersisa dari bulan tersebut kecuali waktu yang pendek. Maka barangsiapa di
antara kalian yang telah berbuat kebaikan hendaknya dia memuji Allah
Subhanahu wa Ta’ala atas kebaikan tersebut dan hendaknya meminta
kepada-Nya agar kebaikan tersebut diterima. Barangsiapa yang lalai maka
hendaknya dia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta
ampunan atas kekurangannya, karena meminta ampunan sebelum datangnya kematian
akan diterima.
Saudara-saudaraku,
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan kepada kalian
pada penghujung bulan Ramadhan untuk menunaikan Zakat Fithrah sebelum
pelaksanaan Shalat ‘Id,. Pada majelis ini kita akan membicarakannya tentang
hukumnya, hikmahnya, jenisnya, ukurannya, waktu kewajibannya, penyerahannya, dan
tempatnya.
HUKUM ZAKAT FITHRAH
Adapun
hukumnya maka zakat fithrah merupakan suatu kewajiban dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kaum muslimin, dan segala sesuatu
yang diwajibkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang
beliau perintahkan hukumnya sama dengan segala sesuatu yang diwajibkan
atau diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ يُطِعِ
الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ
حَفِيظًا (80) [النساء/80]
“Barangsiapa
yang mentaati Rasul maka berarti dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling (dari ketaatan) maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi penjaga
mereka“. (An Nisa’:80)
Allah
subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ
مَصِيرًا [النساء/115]
“Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (yakni Para Shahabat Nabi), Kami
biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah menguasainya, dan Kami
masukkan dia ke dalam Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat
kembali”. (An Nisa’:115)
Allah
‘Azza wa Jalla berfirman juga :
وَمَا
آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [الحشر/7]
“Dan apa
yang datang kepada kalian dari Rasul terimalah, dan apa yang dilarang maka
tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya”. (Al Hasyr:7)
Zakat
fithrah merupakan suatu kewajiban bagi orang dewasa, anak kecil, laki-laki,
perempuan, orang yang merdeka, dan budak (hamba sahaya) dari kaum muslimin.
Berkata
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma :
فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ
تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ
وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithrah berupa 1 shaa’
kurma, atau 1 shaa’ gandum, atas seorang budak, orang yang merdeka, laki-laki,
perempuan, anak kecil, dan orang dewasa dari kaum muslimin”.
(Muttafaqun’alaih)
Tidak
diwajibkan bagi janin yang masih berada dalam kandungan, kecuali kalau dia
mengeluarkan zakat tersebut karena ingin melakukan perbuatan yang sunnah, maka
hal yang seperti ini tidak mengapa,
Dahulu
Amirul Mukminin Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu telah mengeluarkan
zakat fithrah untuk janin yang masih berada dalam kandungan.
Wajib
mengeluarkannya oleh dirinya sendiri, begitu pula dari orang-orang yang berada
di bawah tanggungannya seperti istri atau saudara jika mereka tidak mampu untuk
mengeluarkannya dari diri mereka sendiri. Jika mereka mampu maka yang lebih
utama adalah dengan mengeluarkannya dari diri mereka sendiri, karena secara asal
mereka adalah pihak yang dikenai syari’at zakat fithrah.
Tidak
diwajibkan kecuali bagi orang yang mempunyai nafkah lebih dari apa yang dia
butuhkan pada Hari ‘Id dan malamnya. Jika pada Hari ‘Id dan malamnya dia tidak
mempunyai makanan kecuali kurang dari 1 shaa’ , maka dia tidak terkenai
kewajiban membayar Zakat Fithri, berdasarkan firman Allah subhanahu wa
ta’ala :
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم [التغابن/16]
“Bertaqwalah
kalian kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (At
Taghabun:16)
Dan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا
أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Jika
aku memerintahkan kalian dengan suatu perkara maka kerjakanlah semampu
kalian”. (Muttafaqun’alaih)
HIKMAH
Adapun
hikmah Zakat Fithrah maka sangat jelas sekali, di dalamnya terdapat kebaikan
terhadap orang-orang fakir, dan mencegah mereka dari meminta-minta pada
hari-hari ‘Id sehingga mereka bisa bergabung bersama orang-orang kaya dalam
kegembiraan dan kesenangan dengan datangnya Hari ‘Id, sehingga jadilah ‘Id
dirayakan oleh seluruh kaum muslimin.
Kemudian
dalam penunaiannya terdapat sifat yang mulia, senang berbuat sosial dan juga
terdapat penyucian bagi orang yang berpuasa terhadap segala kekurangan yang
terjadi ketika dia berpuasa, perbuatan lalai, dan dosa. Di dalamnya juga
terdapat pula penampakan rasa syukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan sempurnanya puasa bulan Ramadhan, qiyamullail, dan melakukan
amalan-amalan shalih sesuai dengan kemampuan selama bulan Ramadhan.
Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu berkata:
فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا
قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ
فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithrah sebagai penyucian
bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan
kej,i dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa
menunaikannya sebelum shalat id maka ia sebagai zakat (fithrah) yang diterima,
namun barangsiapa menunaikannya setelah shalat Ied, maka ia sebagai shadaqah
dari shadaqah-shadaqah yang ada (tidak terhitung sebagai zakat fithrah
-red)”. (
H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah)
[1]
JENISNYA
Adapun
jenis/macam yang wajib ditunaikan dalam Zakat Fithrah adalah makanan
pokok manusia berupa kurma, gandum, beras, kismis, al aqith (susu yang mengeras
semacam keju), atau yang lainnya dari makanan pokok manusia. Dalam
Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim hadits yang diriwayatkan
dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ
تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mewajibkan zakat fithrah berupa satu shaa’ kurma atau gandum“.
Dan ketika
itu gandum merupakan makanan pokok mereka sebagaimana perkataan Abu Sa’id Al
Khudry radhiyallahu ‘anhu :
كُنَّا
نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَكَانَ طَعَامَنَا
الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالْأَقِطُ وَالتَّمْرُ
Dahulu
kami di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan ketika hari
fithrah (id) berupa 1 shaa’ dari makanan,
Abu Sa’id
berkata : “Dan ketika itu makanan kami adalah gandum, kismis, al aqith (susu
yang mengeras sejenis keju), dan kurma”. (H.R Al Bukhari no.
1414)
Maka tidak
boleh mengeluarkan makanan untuk hewan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mewajibkannya sebagai makanan bagi orang-orang miskin, bukan
untuk hewan.
Dan tidak
boleh pula mengeluarkan Zakat Fithrah berupa pakaian, kasur, perkakas-perkakas,
harta benda, dan sebagainya yang bukan makanan pokok manusia. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkannya berupa makanan, maka apa
yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak boleh dilanggar.
Dan tidak tidak boleh mengeluarkan zakat fithri
berupa uang senilai makanan,
karena itu
menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Dan telah diriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
berbuat suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka amalan
tersebut tertolak“.
Dalam
riwayat yang lain:
مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ منه فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang membuat perkara baru dalam agama ini yang bukan bagian darinya,
maka tertolak. “ (H.R Muslim asalnya dari Ash
Shahihain)
Karena
mengeluarkan uang menyelisihi perbuatan para shahabat radiyallahu anhum
ketika dahulu mereka mengeluarkan zakat fithrah berupa 1 shaa’ makanan.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan:
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ
بَعْدِي
“Wajib
atasw kalian untuk berpegang sunnahku dan sunnah Al Khulafa Ar Rasyidin Al
Mahdiyin setelahku”.
Kemudian
Zakat Fithrah merupakan ibadah yang diwajibkan dari jenis/macam tertentu,
sehingga tidak boleh mengeluarkan jenis/macam yang tidak ditentukan, sebagaimana
tidak boleh ketika dikeluarkan tidak pada waktu yang ditentukan. Dan karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan dari
jenis-jenis tertentu yang berbeda dan nilai/harga-harganya kebanyakan berbeda.
Kalau seandaninya uang teranggap (di dalam penunaian Zakat Fithrah) maka
pastilah yang diwajibkan 1 shaa’ dari satu jenis (makanan tertentu), dan yang
setara dengan harganya untuk jenis-jenis makanan lainnya.
Di samping,
mengeluarkan Zakat Fithrah dalam bentuk uang meniadakan momen Zakat Fithrah dari
keadaannya sebagai syi’ar yang terlihat/terlihat jelas menjadi sedekah yang
tersembunyi. Karena dengan mengeluarkan Zakat Fithrah berupa 1 shaa’ makanan
akan menjadikannya terlihat/terlihat di antara kaum muslimin, diketahui oleh
anak kecil dan orang dewasa, mereka menyaksikan penimbangannya dan pembagiannya
serta saling mengenal diantara mereka. Berbeda ketika seseorang mengeluarkan
dirham-dirham (uang) untuk Zakat Fithrah yang tersembunyi antara dia dengan
penerima.
UKURAN
Adapun
ukuran Zakat Fithrah adalah 1 shaa’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yang beratnya ketika ditimbang mencapai 480 mitsqal dari
biji gandum yang baik, sedangkan dengan ukuran gram mencapai 2,040 Kg dari
gandum yang baik. Karena
1 mitsqal =
4, 25 gram
sehingga
ukuran 480 mitsqal = 480 x 4,25 = 2.040 gram = 2, 040 Kg.
Jika
menginginkan untuk mengetahui ukuran 1 shaa’ nabawy, maka timbanglah 2,040 Kg
gandum yang baik, kemudian letak pada satu tempat, kemudian timbanglah dengan
berpatokan dengannya.
WAKTU
Adapun waktu
penunaian kewajiban Zakat Fithrah adalah ketika tenggelamnya Matahari pada malam
Idul Fithri. Maka barangsiapa yang terkena kewajiban zakat ketika itu wajib
baginya untuk menunaikan zakat dan jika tidak terkena kewajiban maka tidak
diwajibkan untuk berzakat.
Oleh karena
itu, apabila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya matahari walaupun beberapa
detik sebelumnya, maka tidak wajib atasnya untuk berzakat fithrah. Adapun jika
meninggal setelah tenggelamnya Matahari, walaupun beberapa detik saja, wajib
atas dia untuk mengeluarkan zakat fithrah.
Jika seorang
bayi dilahirkan setelah tenggelamnya Matahari walaupun beberapa detik
setelahnya, maka tidak
wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat, akan tetapi disunnahkan
untuk mengeluarkannya sebagaimana keterangan sebelumnya. Dan jika dilahirkan
sebelum tenggelamnya Matahari walaupun beberapa detik sebelumnya, wajib untuk mengeluarkan
zakat fithrah.
Hanyalah waktu penunaian
kewajiban Zakat Fithrah adalah ketika tenggelamnya Matahari pada malam ‘Idul
Fithri karena waktu itu merupakan waktu selesainya puasa Ramadhan. Zakat Fithrah
dikaitkan dengan hal tersebut, sebagaimana dikatakan : ‘Zakat Fithri (selesai)
dari Ramadhan’
Maka
keterkaitan hukumnya adalah dengan waktu tersebut.
Adapun waktu
penyerahan zakat fithrah maka ada 2 waktu : waktu yang utama dan waktu yang
dibolehkan.
●
Waktu yang utama adalah ketika pagi hari ‘Idul Fithri (yakni
sebelum pelaksanaan shalat ‘Id) sebagaimana dalam Shahih Al-Bukhari dari hadits
Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ‘anhu berkata:
كُنَّا
نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
“Dahulu
kami di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan (zakat) pada
pagi hari idul fithri berupa 1 shaa’ makanan“
dan hadits
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ
أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
“Bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan berzakat fithrah agar
ditunaikan sebelum keluarnya kaum muslimin untuk menunaikan Shalat
‘Id”.(H.R Muslim dan yang lainnya)
Oleh karena
itu yang lebih utama adalah mengakhirkan Shalat ‘Id pada ‘Idul Fithri, agar
waktu untuk mengeluarkan zakat fithrah lebih luas.
● Adapun
waktu yang dibolehkan, adalah sehari atau dua hari sebelum hari
‘Idul Fithri. Dalam Shahih Al-Bukhari dari Nafi’ berkata:
فَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنْ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ حَتَّى إِنْ كَانَ لِيُعْطِي
عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِيهَا الَّذِينَ
يَقْبَلُونَهَا وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ
يَوْمَيْنِ
“Dahulu
Ibnu Umar memberikan Zakat Fithrah dari anak kecil dan orang dewasa sampai dia
memberikan kepada anakku, dan Ibnu Umar memberikan zakat fithrah kepada
orang-orang yang berhak menerimanya, dan mereka memberikan zakat fithrah
sehari atau dua hari sebelum hari ‘Idul Fithri“.
Tidak boleh
mengakhirkan Zakat Fithrah setelah usai pelaksanaan Shalat ‘Idul Fithri, jika
diakhirkan tanpa ada alasan maka zakatnya tidak diterima karena menyelisihi apa
yang telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Telah lewat penjelasannya dari hadits Ibnu Abbas shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa barangsiapa yang menunaikannya sebelum Shalat ‘Id maka itu
adalah Zakat Fithrah yang diteriman, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah
Shalat ‘Id maka itu teranggap sedekah dari sedekah-sedekah yang ada (tidak
terhitung sebagai zakat fithrah -red).
Namun jika
mengakhirkannya karena alasan/sebab, maka tidak mengapa. Contohnya masuk ‘Idul
Fitri bertepatan ketika dia berada di suatu tempat (daratan) yang dia tidak
mempunyai sesuatu yang bisa diserahkan atau tidak ada seorangpun yang bisa
diberi, atau datang kabar tentang hari raya ‘Idul Fithri secara
tiba-tiba/mendadak sehingga tidak memungkinkan bagi dia untuk mengeluarkannya
sebelum Shalat ‘Id, atau seseorang sudah siap mengeluarkan zakat namun ternyata
ia lupa, maka diperbolehkan bagi dia untuk mengeluarkannya walaupun setelah
Shalat ‘Id, karena dia mempunyai udzur (alasan) dalam permasalahan
ini.
PENYERAHANNYA
Yang wajib
sampainya zakat fithrah kepada pihak yang berhak menerimanya atau wakilnya pada
waktunya sebelum Shalat Id. Jika berniat bahwa zakat fithrah untuk orang
tertentu namun ternyata tidak sampai padanya atau pada wakilnya pada saat
pembagian zakat, maka hendaknya dia menyerahkannya kepada orang lain yang berhak
menerima zakat, dan tidak mengakhirkannya dari waktu yang telah ditentukan.
TEMPAT PENYERAHANNYA
Adapun
tempat penyerahannya, maka Zakat Fithrah diserahkan kepada orang-orang fakir
setempat, yang dia tinggal di tempat tersebut ketika dibagikan zakat, sama saja
apakah tempat tinggalnya atau yang lainnya dari daerah kaum muslimin terlebih
lagi jika tempatnya mempunyai keutamaan seperti Makkah dan Madinah, atau karena
orang-orang fakir di suatu tempat tertentu lebih membutuhkan. Apabila di suatu
daerah tidak dijumpai seseorang yang berhak untuk diberi zakat fithrah atau
tidak diketahui siapa yang berhak untuk mendapatkannya, maka diserahkan di
tempat lain yang di situ terdapat orang-orang yang berhak menerima zakat.
YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT
FITHRAH
Sedangkan
orang-orang yang berhak menerima Zakat Fithrah adalah orang-orang yang fakir,
orang yang mempunyai hutang yang tidak mampu untuk membayarnya. Mereka diberi
sesuai dengan kebutuhannya. Diperbolehkan membagi zakat fithrah kepada lebih
dari 1 fakir, dan boleh juga menyerahkan sejumlah zakat fithrah kepada 1 orang
miskin. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan kewajiban
dan tidak membatasi siapa yang diberi Zakat Fithrah. Oleh karena itu kalau
sejumlah orang mengumpulkan Zakat Fithrah mereka dalam satu tempat setelah
ditimbang, kemudian mereka menyerahkannya tanpa ditimbang untuk kedua kalinya,
maka hal ini boleh bagi mereka.
(diterjemahkan
dari Majalis Syahri Ramadhan dengan beberapa penyesuaian oleh Ust. Abu
Ahmad Kediri)
HUKUM
TIDAK MEMBAYAR ZAKAT FITHRAH
Fadhilatusy
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya
tentang hukum orang yang tidak menunaikan zakat fithrah?
Jawaban:
Tidak menunaikan zakat fithrah hukumnya haram, karena keluar dari apa yang telah
diwajibkan oleh Rasulullah r, sebagaimana yang telah lalu dari hadits Ibnu Umar
t :
فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithrah” (H.R Al
Bukhari dan Muslim)
Dan telah
diketahui tentang haramnya meninggalkan perkara-perkara yang diwajibkan, masuk
didalamnya perbuatan dosa dan maksiat.
Wallahua’lam
[1] Hadits ini dikeluarkan juga oleh Ad
Daraquthni, Al Hakim dan dishahihkannya.