Kamis, 22 September 2011

HUKUM SHALAT JUM’AT [1]


HUKUM SHALAT JUM’AT [1]


---------------------------------------------------------------------------------------------------- 
1. Shalat Jum’at adalah wajib atas para mukallaf, wajib bagi orang yang telah ihtilam (mimpi basah/ baligh). Yaitu berdasarkan dalil-dalil yang secara tegas menjelaskan bahwa shalat jum’at adalah kewajiban bagi para mukallaf. Juga berdasarkan ancaman yang keras bagi orang-orang yang meninggalkannya. Juga dikarenakan keinginan kuat dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk membakar orang-orang yang tidak mendatanginya [2]. Tidak ada lagi hujjah (landasan) yang terang dan jelas setelah adanya perintah dari Al Qur’an yang mencakup setiap orang dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu menuju kepada mengingat Allah." (Al Jumu’ah: 9)
Abu Dawud meriwayatkan hadits dari Thariq bin Syihab Radhiallahu'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
اَلْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَـى كُلِّ مُسْلِمٍ (فِـيْ جَمَـاعَةٍ) إِلاَّ أَرْبَعَةٌ: عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
"Shalat Jum’at adalah kewajiban bagi setiap muslim [secara berjama’ah] [3] kecuali empat golongan: hamba sahaya, kaum wanita, anak kecil atau orang yang sakit."
__________
[1] Judul-judul yang seperti ini dan berikutnya bukan dari penulis (Shiddiq Hasan Khan), akan tetapi berasal dari kami (Al Albani).
[2] Aku (Al Albani) katakan, “Juga telah dicantumkan dalam Ash Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) ancaman yang seperti ini (dibakar rumahnya) bagi orang-orang yang meninggalkan shalat jama’ah, sehingga shalat jama’ah adalah wajib bagi setiap orang. Dan pendapat inilah yang kuat dalam madzhab Hanafiyyah dan selain mereka. Oleh karenanya wajib memperhatikannya, dan tidak boleh bermalas-malasan serta melalaikannya.
[3] Tambahan ini luput dari asalnya, yaitu Al Mu’izhah, dan ia sendiri terdapat dalam riwayat Abu Dawud (1067). Demikian pula yang disebutkan oleh penulis (Shiddiq Hasan Khan) dalam Ar Raudhah (1/134) dari jalur periwayatan Abu Dawud dengan tambahan ini. Dan anda akan mengetahui pentingnya tambahan ini dalam masalah yang ketiga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar