Apakah Menutup Wajah Bagi Wanita Memang Kewajiban yang
Diwajibkan Dalam Agama Islam
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Baz
Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz kepada saudara yang
terhormat, semoga Allah menunjukkinya kepada setiap kebaikan.
Amin
Salamun ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, wa
ba’d.
Surat anda, tanpa tanggal, telah sampai, semoga petunjuk
Allah pun sampai kepada anda. Isinya sebagai berikut :
Saya mohon perkenan Syaikh yang mulia untuk menjawab
pertanyaan saya tentang urgensi penutup wajah wanita, apakah ini memang
kewajiban yang diwajibkan dalam agama Islam ? Jika memang begitu, apa dalilnya ?
Saya mendengar dari banyak sumber dan saya beranggapan bahwa penutup wajah itu
telah umum digunakan di Jazirah Arab pada masa Turki, sejak saat itu ditegaskan
penggunaannya sehingga semua orang menganggap bahwa itu diwajibkan kepada setiap
wanita. Sebagaimana yang saya baca, bahwa pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan masa para sahabat, kaum wanita menyertai kaum laki-laki dalam
berbagai pekerjaan, di antaranya membantu dalam peperangan. Apakah ini memang
benar atau keliru dan tidak berdasar ? Saya menunggu jawaban dari yang mulia
untuk bisa memahami hakikatnya dan menafikan keraguan.
Selesai.
Jawaban.
Di masa awal Islam, hijab belum diwajibkan kepada wanita. Saat itu, wanita menampakkan wajah dan telapak tangannya pada kaum laki-laki, kemudian Allah mensyari’atlkan hijab kepada kaum kaum wanita dan mewajibkannya untuk menjaga dan memelihara wanita dari pandangan kaum laki-laki yang bukan mahram dan untuk mencegah timbulnya fitnah. Perintah ini berlaku setelah turunnya ayat hijab, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab.
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ
وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu
lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” [Al-ahzab : 53]
Walaupun ayat ini diturunkan mengenai para isteri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun maksudnya adalah mereka dan wanita lainnya
karena keumuman alasan yang disebutkan itu dan cakupan maknanya. Dalam ayat lain
Allah berfirman.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ta’atilah Allah dan RasulNya” [Al-Ahzab :
33]
Ayat ini mencakup para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan wanita lainnya, seperti halnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam ayat lainnya.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri- isteri orang mu’min. ‘Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 59]
Selain ini, Allah pun menurunkan dua ayat lainnya dalam
surat An-Nur, yaitu :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ
أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ
بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepda laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya’. Yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka
menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah
menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka “ [An-Nur : 30-31]
Yang dimaksud dengan ‘perhiasan’ di sini adalah
keindahan dan daya tarik, yang mana wajah adalah yang paling utamanya. Sedangkan
yang dimaksud dengan : “kecuali yang (biasa) nampak dari mereka” [An-Nur : 31]
adalah pakaian. Demikian pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama,
sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu ‘anhu yang berdalih dengan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاتِي لا يَرْجُونَ
نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ
مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari
haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan
berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” [An-Nur : 60]
Segi pendalilan dari ayat ini menunjukkan kewajiban
berhijabnya wanita, yaitu menutup wajah dan seluruh badannya dari laki-laki yang
bukan mahram : Namun Allah tidak menganggap berdosa pada wanita-wanita tua yang
telah menapouse yang tidak mempunyai keinginan untuk menikah lagi, asalkan tidak
bersolek dengan perhiasan.
Dengan demikain dapat disimpulkan, bahwa para wanita
muda wajib berhijab, dan mereka berdosa bila meninggalkan kewajiban ini. Begitu
pula para wanita tua yang berdandan (bersolek) dengan perhiasan, mereka tetap
harus berhijab karena mereka itu juga fitnah. Kemudian di akhir ayat tadi Allah
menyatakan, bahwa berlaku sopannya para wanita tua dengan tidak berdandan adalah
lebih baik bagi mereka. Demikian ini karena lebih menjauhkan mereka dari fitnah.
Telah diriwayatkan secara pasti dari Aisyah dan Asma Radhiyallahu ‘anhuma,
saudarinya, yang menunjukkan wajibnya wanita menutup wajah terhadap laki-laki
yang bukan mahram, walaupun sedang melaksanakan ihram, sebagaimana diriwayatkan
dari Aisyah Radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan dalam Ash-Shahihain, yang
menunjukkan bahwa terbukanya wajah wanita hanya pada masa awal Islam kemudian
dihapus dengan turunnya ayat hijab. Dengan demikian diketahui, bahwa berhijabnya
wanita adalah perkara yang sudah lama ada, sejak nasa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkannya, jadi bukan dari aturan
masa Turki.
Adapun mengenai ikut sertanya kaum wanita di beberapa
pekerjaan pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti ; mengobati
orang-orang yang terluka dan yang sakit pada saat jihad, dan sebagainya, adalah
benar, tetapi dengan tetap berhijab, memelihara diri dan jauh dari faktor-faktor
yang menimbulkan karaguan, sebagaimana dikatakan oleh Ummu Sulaim Radhiyallahu
‘anha, “Kami berperang bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami memberi
minum orang-orang yang terluka, membawakan air dan mengobati yang sakit”.
Begitulah pekerjaan mereka, tidak seperti pekerjaan kaum wanita zaman sekarang
di banyak negara yang mengaku penduduknya Islam, sementara wanitanya bercampur
baur dengan kaum laki-laki diberbagai bidang pekerjaan dengan berdandan dan
bersolek.
Akibatnya merajalelanya kenistaan, hancurnya keluarga
dan porak porandanya masyarakat. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah
yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Semoga Allah menunjuki semuanya kejalanNya yang
lurus. Dan semoga Allah menunjuki kami dan anda serta semua saudara-saudara kita
kepada ilmu yang bermanfaat dan mengamalkannya. Sesungguhnya Dialah sebaik-baik
tempat meminta.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuhu.
[Majmu Al-Fatawa Syaikh Ibnu Baz, Juz 3, hal
354,]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar