Indahnya
Rumah Tangga Salafy (Bagian 2 - Tamat)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Berikut
adalah catatan taklim kami yang singkat, saat kami mendengarkan rekaman mp3
daurah Indahnya Rumah Tangga Salafy yang dibawakan oleh al Ustadz Abul
Faruq Ayip Syafruddin dan al Ustadz Abu Nashim Mukhtar. Semoga
bermanfaat.
|
Bagian 2 (Tamat)
Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda dalam hadits
yang dishahihkan -dan sebagian ulama menghasankannya-, "barang siapa yang telah
menikah maka ia telah menyempurnakan sebagian dari agamanya" (HR.
Hakim)
Demikian pula tatanan hidup manusia sangat ditentukan
sekali dengan tatanan di dalam berkeluarga. Sebuah negara baik dan buruknya
sangat tergantung dengan kondisi masyarakatnya. Oleh karena itu para ulama yang
memberikan nasihat ketika membahas penegakan syariat Islam,
أَقِيْمُوا دَوْلَةَ اْلإِسْلاَمِ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
تَقُمْ لَكُمْ فِيْ أَرْضِيْكُمْ
“Tegakkanlah Daulah Islam dalam hati kalian, niscaya
akan ditegakkan Daulah Islam di negara kalian.” (lihat at Tashfiyah wat Tarbiyah
hal. 33, oleh asy Syaikh al Albani Rahimahullahu)
Dan penegakan syariat Islam tersebut diawali dengan kita
tegakkan terlebih dahulu di dalam rumah tangga kita. Rumah tangga yang harmonis
tentu akan banyak membantu kita dalam beribadah, demikian pula sebaliknya rumah
tangga yg penuh problema akan mengganggu kekhusuyan ibadahnya.
Banyak para ulama yan membuat kitab seputar rumah
tangga, dan dalam pelajaran adab selalu ada bab "kitab 'Isyrotin Nisa' yang
menjelaskan bagimanakah Islam mengajarkan untuk bergaul dengan istri atau
pasangan.
Dan yang perlu dipahami bahwa setiap masalah yang timbul
dan tidak dapa terselesaikan disebabkan dia belum siap untuk melaksanakannya.
Ini kaidah umum. Demikian pula dalam rumah tangga jika suatu persoalan tidak
dapat terselesaikan menandakan kita belum siap dalam berkeluarga. Permasalahan
dalam rumah tangga pasti ada, makanya kita butuh instropeksi diri untuk
menyempatkan waktu mempelajari hukum-hukum yang terkait dalam berumah
tangga.
Berikut ini adalah kaidah-kaidah atau hal yang perlu
diperhatikan dalam prinsip- prinsp dasar berumah tangga:
Selalu berusaha untuk mengingat kembali dengan tujuan
apa kita mengikat tali pernikahan.
Terciptanya suasana sakinah (tenang secara zhahir dan
bathin).
Sebagaimana yang dijelaskan Allah Subhanahu
wata'ala,
وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ
إِلَيْهَا
"Dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia
merasa senang kepadanya." (al A'raf: 189)
Meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada Allah Subhanahu
wata'ala.
Oleh karena itu carilah pasangan yang benar-benar mampu
meningkatkan ketaatan dan ibadah kepada Allah Subhanahu
wata'ala.
Bahkan dalam hal jima' (hubungan suami istri) juga
termasuk ibadah karena di sana terdapat pahala. Nabi Shallallahu'alaihi wasallam
bersabda,
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوا : يَا رَسُوْلَ
اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ
إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
"Dan setiap kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka
bertanya, "Ya Rasulullah masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami
yang menyalurkan syahwatnya?" Beliau bersabda, "Bagaimana pendapat kalian
seandainya hal tersebut disalurkan di jalan yang haram, bukankah baginya dosa?,
demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka
baginya mendapatkan pahala." (Riwayat Muslim, dari Abu Dzar Radhiallahuanhu
)
Oleh karena itu kita wajib berusaha agar suasana
ketenangan dalam rumah tangga selalu terjaga, demikian pula ketaatan kepada
allah harus selalu terjaga dengan meninggalkan segala sebab yang bisa merusak
ketenteraman dan ketaatan dalam rumah tangga.
Segala macam bentuk kebaikan dan terkait dengan hak
orang lain, maka keluargalah yang paling berhak untuk mendapatkannya. Sebaliknya
segala macam bentuk keburukan dan terkait dengan hak orang lain, maka
keluargalah yang paling berhak untuk dijauhkan
Artinya jika kita bisa bersikap baik kepada orang lain,
semisal kasir kepada customernya, satpam bersikap ramah kepada tamunya, maka
seharusnya ia harus bisa bersikap lebih baik daripada itu kepada
keluarganya.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
bersabda,
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسْ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، خَادِمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik Radiallahuanhu, pembantu
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia
mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (Riwayat Bukhori
dan Muslim)
Kita diperintahkan untuk mengucapkan salam kepada orang
lain maka keluarga lebih berhak kita ucapkan salam kepada mereka. Kita
diperintakan untuk mendoakan orang lain maka keluarga lebih berhak untuk
mendapat doa dari kita. Kita diperintah untuk bersedekah kepada orang lain maka
keluarga lebih berhak menerima shodaqoh dari kita. Jika kita bisa bersikap baik
dan ramah kepada orang lain, maka istri atau suami dan anak kita lebih berhak
untuk mendapatkan kebaikan dari kita. Kalau kita bisa bermanis muka kepada
pimpinan dan meminta maaf dengan sangat jika berbuat kesalahan maka keluarga
lebih berhak untuk bermanis muka dan meminta maaf dengan sangat kepada keluarga
jika kita berbuat salah kepada mereka. Demikian pula jika kita diperintah untuk
menepati janji maka terhadap keluarga kita lebih berhak untuk menepati janji,
dan sebagainya.
Islam melarang untuk Su'uzhan (prasangka buruk) kepada
orang lain maka terhadap istri atau suami, dan anak lebih tinggi tingkat
keharamannya untuk kita bersu'uzhan kepadanya. Demikian pula benci, hasad,
dendam, dan sebagainya.
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu pernah menyampaikan
sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
berbunyi:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ
الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ
تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ
إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ،
وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا
-يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ
الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ
وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ،
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan)
karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan
ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari
aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai
sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia
perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah
ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada
saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.”
Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari
kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap
muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah
tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia
melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim
no. 6482)
Setiap pasangan mendahulukan kewajibannya dengan
keyakinan ia akan mendapatkan haknya
Di dalam Islam kita diajarkan untuk memahami hak dan
kewajban tetapi yang lebih ditekankan adalah kita melaksanakan kewajibannya.
Tatanan hidup akan seimbang ketika ia melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan
haknya. Sebaliknya tatanan akan rusak jika mereka melalaikan
kewajibannya.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya." (al Baqarah: 228)
Kata Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu, "Aku ingin sekali
berhias untuk istriku sebagaimana aku menuntut istriku berhias untuk
diriku."
Untuk merealisaskan ayat ini kita mesti bisa berkorban
untuk menyenangkan istri kita. Sebagai misal istri menyukai rambut kita gondrong
padahal kita ndak suka. Maka sebagai seorang suami yang baik kita rela untuk
menjadikan rambut kita gondrong. Dan contoh lain yang semisalnya untuk
menyenangkan pasangan kita. Demikian pula seorang istri untuk menurut suaminya
walaupun hal itu tidak ia sukai asalkan kemauannya tidak melanggar syar'i. Dan
ini salah satu bentuk menjalin keharmonisan rumah tangga Salafy.
al Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah berkata, "Yang dimaksud
firman Allah Ta'ala dalam al Baqarah ayat 228 adalah seluruh hak kewajiban istri
serta suami, kemudian patokan hak dan kewajban itu kembali kepada kebiasaan yang
berlaku di masyarakat. Adapun al Quran dan as Sunnah telah menjelaskan hal
ini.
al Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu dalam tafsirnya
terhadap al Baqarah ayat 228, "Laki-laki memiliki kewajban sebagaimana laki-laki
memiliki hak. Maka hendaknya masing-masing menunaikan kewajibannya kepada
pasangannya dengan cara yang ma'ruf sehingga kehidupan rumah tangga akan
seimbang."
Membiasakan hidup bermusyawarah di dalam rumah
tangga
Umpamanya mencari tempat tinggal, membeli kendaraan,
atau selainnya hendaknya bermusyawarah dengan istri. Artinya membiasakan hidup
bermusyawarah dengan keluarga.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu
wata'ala
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu."
(al Imran: 159)
Berkata Syaikh Nashir as Sa'di dalam tafsirnya,
"Perkara-perkara yang membutuhkan musyawarah, pemikiran, dan pertimbangan maka
mengajak orang lain untuk membicarakannya akan membawa banyak mashlahat, faidah,
manfaat dunia dan akhirat yang tidak terhitung jumlahnya."
Musyawarah ini juga dipraktikkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau dan para sahabatnya berencana
melaksanakan umrah di Baitullah. Mereka berangkat dari Madinah menuju Makkah
yang masih dikuasai oleh orang- orang musyrikin dalam keadaan berihram. Namun
orang-orang musyrikin ini menghalangi beliau dan para sahabatnya untuk masuk ke
Makkah. Lalu terjalinlah perjanjian antara beliau dan orang-orang musyrikin
bahwa beliau baru diperkenankan masuk ke Makkah untuk berumrah di tahun
mendatang. Karena batal berumrah beliau pun hendak bertahallul dari ihramnya dan
memerintahkan kepada para sahabatnya:
قُوْمُوْا فَانْحَرُوْا، ثُمَّ
احْلِقُوْا
“Bangkitlah kalian lalu sembelihlah hewan kalian, lalu
cukurlah rambut kalian.”
Namun apa yang terjadi? Demi Allah tak satupun dari para
sahabat yang bangkit memenuhi perintah beliau hingga beliau mengucapkan hingga
tiga kali. Ketika tidak ada satupun yang bangkit menjalankan perintah beliau,
beliau pun masuk ke tenda istrinya, Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha. Beliau
keluhkan pada sang istri apa yang beliau dapatkan dari sikap para sahabatnya,
“Tidakkah engkau melihat orang- orang itu? Aku perintahkan mereka dengan satu
perkara namun mereka tidak melakukannya.”
Istri yang shalihah ini pun berkata:
يَا نَبِيَّ اللهِ، أَتُحِبُّ ذلِكَ؟ اُخْرُجْ، ثُمَّ لاَ
تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُو حَالِقَكَ
فَيحْلِقَكَ
“Wahai Nabiullah! Apakah engkau ingin mereka melakukan
apa yang engkau perintahkan? Keluarlah, lalu jangan engkau mengajak bicara
seorang pun dari mereka hingga engkau menyembelih sembelihanmu dan engkau
memanggil tukang cukurmu lalu ia mencukur rambutmu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjalankan
saran istrinya yang memiliki kecerdasan dan pendapat yang bagus ini. Beliau
keluar dari tenda, tanpa mengajak bicara seorang pun beliau menyembelih hewan
sembelihannya dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambut beliau. Ketika
para sahabat melihat apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mereka pun bersegera bangkit. Mereka menyembelih hewan-hewan mereka dan sebagian
mereka mencukur rambut temannya hingga hampir-hampir sebagian mereka membunuh
sebagian yang lain disebabkan kegundahan dan kesedihan mereka (HR. Al-Bukhari
no. 2731, 2372)
Demikian pula tentang Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam ketika pertama kali mendapat wahyu dari Allah, Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam pulang ke rumah dengan hati yang bergetar untuk menemui
istrinya Khadijah bintu Khuwailid Radhiallahu ‘anha.
زَمِّلُوْنِي، زَمِّلُوْنِي
“Selimuti aku, selimuti aku!” pinta beliau. Khadijah pun
menyelimuti suaminya hingga hilang rasa takut beliau. Disampaikanlah kisah
kepada Khadijah radhiyallahu ‘anha termasuk apa yang beliau
rasakan:
لَقَدْ خَشِيْتُ عَلَى نَفْسِيْ
“Sungguh aku mengkhawatirkan diriku (akan
binasa).”
Khadijah Radhiallahu ‘anha pun menghibur suaminya yang
mulia:
كَلاَّ وَاللهِ، مَا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا، إِنَّكَ
لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْـمَعْدُوْمَ، وَتَقْرِي
الضَّيْفَ، وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Tidak demi Allah! Allah tidak akan menghinakanmu
selama-lamanya. Engkau seorang yang menyambung silaturahim, menanggung orang
yang lemah, memberi kecukupan/kemanfaatan pada orang yang tidak berpunya, suka
menjamu tamu, dan menolong kejadian yang haq” (HR. Al-Bukhari no. 3 dan Muslim
no. 401)
Termauk dalam menu sehari-hari, wajar bila seorang istri
bertanya, "hari ini masak apa, besok masak apa" dalam rangka musyawarah masakan
dengan suami.
Kedudukan suami lebih tinggi daripada kedudukan
istri
Allah Ta'ala berfirman,
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya" (al Baqarah: 228)
Demikian pula Rasulullah dalam hadits yg driwayatkan
Ibnu Syaibah al Baghdadi, dari Abu Sa'id al Khudri Radhiallahu'anhu: "Salah
seorang sahabat pernah membawa putrinya menemui nabi Shallallahu'alaihi
wasallam. Kata sahabat ini, 'Wahai Rasulullah, putriku tidak mau menikah." Maka
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata kepada putrinya, 'Taati apa
keinginan ayahmu'. Putri sahabat berkata, 'Demi Allah dzat yg mengutusmu dengan
kebenaran, saya tidak akan menikah sampai engkau memberitahukan kepadaku apakah
hak suami yang harus dikerjakan istrinya'. Maka nabi Shallallahu'alaihi wasallam
menjawab, 'Hak suami atas istrinya seandainya suaminya terluka dia siap untuk
menjilatnya, atau ketika keluar dari lubang hidungnya nanah atau darah dia siap
untuk menelannya, itupun seorang istri belum bisa dikatakan menunaikan hak
suaminya'. Setelah itu shahabat tersebut menikahkan putrinya." (Hadits dikatakan
Hasan Shahih oleh Syakkh al Albani Rahimahullahu)
Tanggung jawab suami lebih besar daripada tangung
jawab istri
Hadits Abdullah ibnul Umar
Radhiallahu'anhuma,
وعن بن عمررضى اللّه عنهماعن النّبىّ صلّى اللّه عليه
وسلّم قال : كلّكم راع وكلّكم مسءول عن رعيّته ، والأميرراع ، والرّجل راع على أهل
بيته ، والمرأةراعيّةعلى بيت زوجهاوولده ، فكلّكم راع وكلّكم مسءول عن رعيّته (متفق
عليه)٠
Dari Ibnu Umar Radhiallahu'anhu, dari Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Kalian adalah pemimpin dan kalian
akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang penguasa
adalah pemimpin, seorang suami adalah seorang pemimpin seluruh keluarganya,
demikian pula seorang isteri adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya.
Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan
kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya baik buruknya rumah tangga terkait erat dengan
kepemimpnan seorang ayah (suami). Baik buruknya istri maka suamilah yang
bertanggung jawab. Jadi jika istri berbuat salah maka di akhirat nanti suami
yang akan bertanggung jawab karena suami adalah pemimpin baginya. Maka kewajiban
suami adalah mendidik istri dan anak agar mereka tidak
menyimpang.
Allah Ta'ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita"
(an Nisa: 34)
al Imam ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini, "Seorang
suami atau ayah adalah pengatur dalam rumah tangga, suami adalah pemimpin,
pembesarnya, dan yg menentukan arah rumah tangga, suami yang bertugas untuk
meluruskan istri ketika ia menyimpang."
Demikianlah kaidah-kaidah dalam berumah tangga, semoga
kita bisa mengamalkannya dan menjadikan rumah tangga kita menjadi
indah.
Wallahu a'lam.
Tamat
[Dinukil dari buku catatan taklim saat mendengarkan
rekaman daurah mp3 berjudul Indahnya Rumah Tangga Salafy, sumber audio:
http://alklateniy.wordpress.com/2010/01/04/download-rekaman-daurah-indahnya-
rumah-tangga-salafy/]
تَرْجُو
النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِي عَلىَ
الْيَبَسِKau
dambakan keselamatan tapi engkau tak menempuh jalurnya.
Sungguh bahtera tak kan pernah berlayar di daratan
Sungguh bahtera tak kan pernah berlayar di daratan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar