Rabu, 17 Agustus 2011

Adab - Adab Puasa (2)


Adab - Adab Puasa (2)


Keempat, Menjaga untuk senantiasa menyegerakan berbuka. Ini dalam rangka agar kaum muslimin bisa terus berada dalam kebaikan. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ
Umat Islam akan senantiasa baik selama mereka masih menyegerakan berbuka. Muttafaq ‘alaihi
Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لاَ تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ
Umatku akan senantiasa berjalan di atas sunnahku (prinsipku) selama mereka tidak menunggu muncul bintang ketika hendak berbuka. Ibnu Khuzaiman dan Ibnu Hibban. Ash-Shahihah no. 2080
Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لاَ يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الفِطْرَ لأَنَّ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
Agama ini akan terus jaya, selama umat Islam menyegerakan berbuka. Karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkan berbuka. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih At-Targhib
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan kapan waktu menyegerakan berbuka, dalam sabdanya :
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا، -من جهة الشرق- وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Jiwa malam telah datang dari arah sini - yakni dari arah timur - dan siang telah pergi dari arah sini - yakni arah barat - dan matahari telah tenggelam, maka saat itulah orang-orang yang berpuasa mulai berbuka. Muttafaqun ‘alaihi

Adab-adab berbuka :

Dalam berbuka terdapat beberapa adab syar’i yang dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk senantiasa membiasakan diri dengannya, dalam rangka meniru Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beberapa adab tersebut :
1. Mendahulukan berbuka sebelum melaksanakan shalat Maghrib. Berdasarkan pernyataan shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu :
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ قَطُّ صَلَّى صَلاَة َالمَغْرِبِ حَتَّى يُفْطِرَ وَلَوْ عَلَى شَرْبَةٍ مِنْ مَاءٍ
Saya tidak pernah melihat sama sekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melukan shalat Maghrib sebelum berbuka terlebih dahulu, walaupun hanya dengan seteguk air. HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2080.

2. Berbuka dengan ruthab (kurma basah), kalau tidak maka dengan tamr (kurma kering). Kalau tidak ada maka dengan air. Berdasarkan hadits dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ، قَبْلَ أَنْ يُصَلِّي، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Dulu Rasululallah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berbuka dengan ruthab sebelum melakukan shalat (Maghrib). Kalau tidak ada ruthab maka berbuka dengan tamr. Kalau tidak ada maka dengan air. HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib
3. Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Yaitu :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ -إِنْ شَاءَ اللهُ-
Telah hilang dahaga, telah basah urat, dan telah pasti pahala insya Allah. HR. Abu Dawud. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil 920.

Kelima, disunnah untuk tetap menjaga penggunaan siwak secara mutlak, baik dia sedang berpuasa atau tidak, baik siwak basah atau pun kering, baik pada awal siang maupun pada akhir siang. Terutama ketika hendak shalat dan ketika wudhu’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Kalaulah tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap kali hendak shalat. Muttafaqun ‘alahi

Pada riwayat lain dengan lafazh :
عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
Pada setiap kali berwudhu’ HR. Ahmad. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil no. 70.
Beliau tidak memperkecualikan oleh yang sedang berpuasa. Artinya anjuran tersebut mengenai semua, baik orang yang tidak berpuasa maupun orang yang sedang berpuasa.
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma berkata :
يُسْتَاكُ أَوَّل النَّهَارِ وَآخِرهُ
Bersiwak pada awal siang maupun pada akhir siang. HR. Al-Bukhari secara mu’allaq

Menjelaskan tentang hukum ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Adapun penggunaan siwak (bagi orang yang berpuasa), maka boleh tanpa ada perselisihan. Namun para ‘ulama berbeda pendapat tentang kemakruhan penggunaannya setelah tergelincirnya matahari. Ada dua pendapat yang terkenal, keduanya merupakan dua riwayat dari Ahmad. Namun pendapat yang menyatakan makruh tidak berdasarkan dalil syar’i yang pantas untuk mengkhususkan keumuman dalil-dalil tentang bolehnya penggunaan siwak.” (Majmu’ Al-Fatawa XXV/266)
Perhatian :
a. Yang dimaksud dengan siwak di sini adalah menggosok gigi. Baik dengan menggunakan kayu siwak maupun yang lainnya, seperti sikat gigi misalnya.
b. Terdapat keterangan yang diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Ghunm :
سألت معاذ بن جبل: أتسوّك وأنا صائم؟ قال: نعم . قلت: أيّ النهار أتسوّك؟ قال: أيّ النهار شئت، إن شئت غدوة، وإن شئت عشية. قلت: فإنّ النّاس يكرهونه عشية، قال: لمَ؟ قلت: يقولون: إنّ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال: “لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك“ فقال: سبحان الله! لقد أمرهم رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم بالسواك حين أمرهم وهو يعلم أنه لا بدّ أن يكون بفم الصائم خلوف وإن استاك، وما كان بالذي يأمرهم أن يُنتِنوا أفواههم عمداً ، ما في ذلك من الخير شيء، بل فيه شرّ
Aku bertanya kepada Mu’adz bin Jabal, “Apakah boleh aku bersiwak dalam keadaan aku berpuasa?” Mu’adz menjawab : “Ya.” Aku bertanya lagi, “Pada bagian siang manakah aku boleh bersiwak?” Mu’adz menjawab, “Bagian siang manapun yang kamu mau. Kalau kau mau boleh pada awal siang, atau kalau kau mau boleh pada akhir siang.” Maka aku katakan, “Sesungguhnya orang-orang memakruhkan (bersiwak) pada akhir siang.” Mu’adz bertanya, “Kenapa?” Aku berkata, “Kata mereka, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda, ‘Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan aroma misk.” Maka Mu’adz pun berkata, “Subhanallah! Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memerintakah mereka untuk bersiwak. Ketika beliau memerintahkan itu, beliau tahu betul bahwa pasti mulut orang berpuasa akan berbau (tidak enak) meskipun dia bersiwak. Beliau tidak memerintahkan mereka untuk mengotori (membuat bau mulut mereka menjadi tidak enak) dengan sengaja. Pada perbuatan demikian (tidak/melarang bersiwak pada akhir siang) tidak ada kebaikan sedikitpun. Bahkan pada yang demikian terdapat kejelekan. (HR. Ath-Thabarani. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Talkhis mengayatakan sanad hadits ini jayyid. Lihat Al-Irwa’ I/106, dan Adh-Dha’ifah 401-402.)
Keenam, bersungguh-sungguh dalam melakukan amal kebaikan dan memperbanyak ibadah. Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam bulan Ramadhan memperbanyak berbagai macam ibadah, amal-amal kebaikan, dan benar-benar menunjukkan sikap baik dan ihsan. Dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallah ‘anhuma berkata :
كَانَ -أي النَّبِىُّ صلى الله عليه وآلِهِ وسلم- أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْر، وكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ -عَلَيْهِ السَّلاَم- يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم الْقُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ -عَلَيْهِ السَّلاَمُ-كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan. Kepemurahan beliau paling besar adalah pada bulan Ramadhan, tatkala Jibril menemui beliau. Jibril biasa datang menemui beliau setiap malam selama Ramadhan, hingga selesai. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menunjukkan Al-Qur`an kepada Jibril. Maka bila Jibril menemui beliau, maka beliau menjadi paling dermawan melakukan kebaikan, lebih ringan daripada angin yang berhembus.” Muttafaqun ‘alaihi.
Dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam biasa memperbanyak membaca Al-Qur`an pada bulan Ramadhan, memperpanjang bacaan shalat malam melebihi pada malam selain Ramadhan, sangat ringan melakukan shadaqah, infaq, dan berbagai perbuatan sosial lainnya.
Beliau semakin meningkatkan kesungguhan beribadahnya pada sepuluh hari terakhir, — baik dalam bentuk i’tikaf, shalat malam, membaca Al-Qur`an, dzikir, dll, — yang tidak beliau lakukan pada hari-hari lainnya.
Isteri beliau, ‘Aisyah Radhiyallah ‘anha menceritakan :
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam harinya (dengan berbagai aktifitas ibadah), dan membangunkan istri-istrinya.” Muttafaqun ‘alaihi
Di antara ibadah yang disunnah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam bulan Ramadhan adalah ibadah ‘umrah. Ibadah ‘umrah dalam bulan Ramadhan tersebut memiliki pahala yang menyamai ibadah haji. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah pada bulan Ramadhan menyamai haji.” Abu Dawud. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
Dan dilipatgandakan pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di selainnya, kecuali di Masjidil Haram. ” Muttafaqun ‘alahi

Di samping, ibadah ‘umrah ke ibadah ‘umrah berikutnya merupakan penghapus dosa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا
“Dari satu ‘umrah ke ‘umrah berikutnya merupakan penghapus dosa antara keduanya.” Al-Bukhari
Bersambung Insya Allah
(diterjemahkan dari mizah syahri Ramadhan wa fadha`ilish shiyam wa fawa`idihi wa adabihi, Asy-Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus. Diterjemahkan oleh Abu ‘Amr Ahmad - dengan ada perubahan dan penambahan. Sumber http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361066 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar