Rabu, 17 Agustus 2011

Mengakhirkan Sahur dan Jarak Waktu antara Sahur dengan Shalat


Mengakhirkan Sahur dan Jarak Waktu antara Sahur dengan Shalat


Termasuk dalam sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan sahur, berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan dari beliau. Hal ini sangat  berbeda dengan kebiasaan kebanyakan kaum muslimin yang mendahulukan waktu sahur jauh dari fajar shadiq. Hal ini bertentangan dengan hadits-hadits yang shahih, di antaranya riwayat yang dibawakan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari shahabat Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anha berkata:
كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِي أَهْلِي ثُمَّ تَكُونَ سُرْعَتِي أنْ أدْرِكَ السُّجُودَ مَعَ رَسُولِ اللهِ r
Artinya :
“Saya pernah makan sahur bersama keluarga saya, kemudian saya bersegera untuk mendapatkan sujud bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam .”([1])
Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anha berkata :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِي r ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قُلْتُ : كمْ كانَ بَيْنَ الأذانِ وَالسَّحُورِ قال قَدْرَ خَمْسِيْنَ آيَــة
“Kami makan sahur bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian beliau berdiri untuk shalat shubuh.
Saya (Anas bin Malik) bertanya kepadanya : berapa jarak antara adzan dengan sahur ? Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anha menjawab : kurang lebih selama bacaan lima puluh ayat.”([2])
Waktu Terakhir untuk Makan Sahur
Waktu terakhir untuk makan sahur telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu dengan terbit dan jelasnya fajar shadiq, sebagaimana firman Allah I :
)وَكلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكمُ الخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الفـَجْرِ(
Artinya :
“Silakan kalian makan dan minum sampai nampak dengan jelas cahaya fajar.” Q.S. Al-Baqarah : 187
Sebagaimana pula dalam hadits ‘Aisyah radhiyAllahu ‘anha, berkata :
إنَّ بلاَلاَ كَانَ يُؤَذنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ rكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذنَ اِبْنُ أمِّ مَكتُومٍ فَإنَّهُ لا يُؤَذنُ حَتَّى يَطلُعَ الفَجْرُ )رواه البخاري(
Aartinya :
“Sesungguhnya Bilal beradzan pada waktu malam hari, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Silakan kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum beradzan, sesungghnya dia tidak beradzan kecuali setelah terbit fajar.” ( [3])
Sebagian ‘ulama membolehkan makan dan minum walaupun sudah terdengar adzan apabila makanan masih ada di tangannya, berdalil dengan hadits Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam  berkata :
إِذَا سَمِعَ أحَدُكمُ النِّدَاءَ وَالإنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقضِيَ حَاجَتهُ مِِنْهُ )رواه أبو داود والحاكم(
Artinya :
“Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan sementara bejana masih ada di tangannya maka janganlah menaruhnya sampai dia menyelesaikan hajatnya dari bejana itu.” (H.R. Abu Daud dan Al-Hakim) ([4])
Sebagian pihak menisbatkan pendapat tersebut kepada jumhur shahabat, namun mayoritas riwayatnya tidaklah shahih atau tidak sah. Kalaupun ada yang sah, namun tidak secara terang atau jelas bahwa mereka berpendapat dengan pendapat tersebut. Sementara Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa hampir-hampir para fuqoha’ berijma’ (sepakat) dengan pendapat yang berbeda dengan pendapat yang dinisbatkan kepada jumhur shahabat di atas.
Seandainya hadits di atas shahih, maka ada beberapa kemungkinan makna yang dimaksud dengan hadits ini :
1.    Bahwa hadits ini memberikan rukhshoh bagi orang yang kondisinya seperti tersebut bukan untuk semua orang, sehingga tidak boleh diqiyaskan dengan kondisi tersebut diatas .
2.    Bahwa adzan yang dimaksud diatas adalah adzan yang terjadi sebelum fajar, hal ini semakna dengan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 25 hal.216.

[1] Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 18 hadits no : 1920
[2] Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 21 hadits no. 1921 Muslim Kitabush shiyaam hadits no. 47-[1097]
[3] Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 17 hadits no. 1918,1919, Muslim Kitabush shiyaam hadits no. 36-[1092], 37-[1093].
[4] Hadits ini dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Silsilatul Ahaditsish Shahihah no. 1394. Namun Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi v menyatakan hadits ini ada kelemahannya dalam kitabnya Tatabbu’ Auhamil Hakim hadits no. 732, 743, dan 1552.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar